12 Tersangka Teroris di Papua Diduga Berencana Serang Uskup, Kantor Polisi

Aparat mengatakan mereka terafiliasi Jamaah Ansharut Daulah.
Ronna Nirmala
2021.06.01
Jakarta
12 Tersangka Teroris di Papua Diduga Berencana Serang Uskup, Kantor Polisi Anggota TNI bersiaga dalam mengamankan perayaan Idul Fitri di Timika, Papua, 12 Mei 2021.
AFP

Sebanyak 12 terduga teroris di Papua yang ditangkap akhir pekan lalu diduga berencana menyerang Uskup Agung Merauke Petrus Canisius Mendagi dan sejumlah kantor polisi di sana, sebut pejabat kepolisian setempat. 

Mereka ditangkap tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri di Kabupaten Merauke, Papua, dalam rangkaian penangkapan sejak Jumat pekan lalu, kata Kepala Polres Merauke AKBP Untung Sangaji. 

“Betul, uskup menjadi target, termasuk Polres dan (pos) Lantas Polres Merauke,” kata Untung kepada BenarNews, sambil menambahkan bahwa tersangka yang ditangkap sudah berjumlah 12 orang.

“Betul mereka sempat masuk gereja membawa ransel untuk menargetkan Uskup Agung Merauke. Karena tidak ada yang di targetkan, mereka pergi,” kata Untung, menambahkan bahwa informasi tersebut berasal dari keterangan seorang pastor dan suster.

Kepala Bagian Operasional Densus 88 Aswin Azhar Siregar mengatakan belasan orang ini terafiliasi dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang melakukan penyerangan di gereja Makassar yang menewaskan dua pelaku dan melukai sedikitnya 20 jemaah usai ibadah misa pada akhir Maret. 

“Benar ada penangkapan di Merauke yang merupakan pengembangan dari kelompok Ansharut Daulah Makassar,” kata Aswin kepada BenarNews. 

Kendati begitu, Aswin mengatakan rencana penyerangan atau amaliah kelompok militan di Papua ini tidak difokuskan ke rumah ibadah umat Kristiani, melainkan kepada aparat keamanan. 

“Rencana penyerangan yang menonjol bukan ke gereja, tetapi kantor-kantor polisi,” katanya, seraya menambahkan saat ini Densus 88 masih melakukan pengembangan perihal jejak jaringan JAD di Papua. 

Jumlah 12 orang yang ditangkap tersebut adalah perkembangan dari informasi sebelumnya oleh Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono yang pada Senin mengumumkan penangkapan 11 terduga teroris yang telah bersumpah setia kepada kelompok Negara Islam (ISIS) di Merauke. 

Tersangka dengan inisial AK, SB, ZR, UAT, DS, SD, WS, YK, serta pasangan suami istri, AP dan IK, ditangkap pada Jumat (28/5), sementara satu lainnya ditangkap pada Minggu, kata Argo. 

Argo memastikan kesebelas tersangka bukan orang asli Papua, melainkan pendatang dari Pulau Jawa dan Sulawesi yang sudah bermukim cukup lama di Papua. 

“Dari 10 orang itu yg kalau diliat dari nama-namanya, orang dari Jawa dan Sulawesi yang sudah tinggal lama di Merauke,” kata Argo dalam konferensi pers, seraya melanjutkan, “ini adalah rentetan dari apa yang pernah kita tangkap di Sulawesi Selatan.”

Dalam penangkapan, Densus 88 turut menyita sejumlah cairan dan bahan kimia yang isi kandungannya masih didalami lebih jauh, kata Argo. “Kemudian ada beberapa barang bukti yang ditemukan di sana, seperti senapan angin, senjata tajam dan juga peralatan panah,” tambah Argo. 

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mohammad Mahfud MD pada akhir April, mengatakan Densus telah menangkap puluhan tersangka teroris yang terafiliasi dengan jaringan JAD Makassar. 

“Informasi yang kita dapat ada 83 orang sudah ditangkap dan 33 orang jumlah terbesar dari Sulsel, Makassar ini,” katanya di Jakarta. Puluhan lainnya ditangkap di kota-kota lain seperti Yogyakarta, Jakarta, Semarang, Bima, hingga Lampung. 

Potensi konflik baru

Peneliti senior Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR), Muh. Taufiqurrohman, mengatakan kemunculan jaringan militan Islam di Papua dimulai sejak 2018, saat kelompok pro-ISIS ini mencari alternatif lokasi pelatihan yang dianggap aman dari pengejaran aparat keamanan. 

“Mereka sudah aktif di Papua, di Timika, sejak Maret 2018. Afiliasinya dengan JAD Bekasi pimpinan Koswara dan JAD Lampung pimpinan Rudi alias Abu Azzam. Ketika itu ada 14 orang yang pindah ke Papua,” kata Taufiqurrohman melalui sambungan telepon dengan BenarNews, Selasa. 

Koswara alias Abu Ahmad adalah pimpinan JAD untuk wilayah Bekasi, Jawa Barat, yang telah divonis penjara 4 tahun pada 2016, karena terbukti membantu keberangkatan militan yang ingin bergabung dengan ISIS di Suriah. 

Taufiqurrohman mengatakan, kelompok pro-ISIS yang kini bermukim di Papua adalah para pendatang di antaranya Solo (Jawa Tengah), Palangka Raya (Kalimantan Tengah), Lampung, dan beberapa kota di Sulawesi. 

“Memang bukan suku asli. Kalau di sana, kalau pun ada warga asli Muslim yang radikal, mereka biasanya lebih condong ke gerakan seperti Hizbut Tahrir Indonesia bukan ke JAD. Jadi memang secara ideologi berbeda dan kurang mendukung aksi-aksi JAD,” katanya. 

Adapun pergeseran kelompok ini dari Timika ke Merauke menurutnya disebabkan oleh operasi aparat keamanan yang mengejar kelompok separatis di satu dari empat titik paling rawan konflik di provinsi itu.

Taufiqurrohman menilai kemunculan rencana penyerangan kelompok militan Papua ke gereja patut direspons cepat oleh aparat keamanan untuk menghindari terjadinya konflik sosial lebih luas yang turut dimanfaatkan kelompok pemberontak. 

“Kalau aksi bom ini berhasil, ada kemungkinan memancing kemarahan umat Kristen-Katolik lalu menimbulkan kerusuhan yang justru menguntungkan OPM karena narasi mereka akan semakin menguat dan konflik antara penduduk asli dengan pendatang semakin besar,” kata Taufiqurrohman, merujuk kepada Organisasi Papua Merdeka. 

“JAD atau jaringan pro-ISIS ini sudah bangun base di situ, sudah ada perencanaan aksi juga. Sebelum mereka tumbuh besar seperti di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi, lebih baik siapapun yang sudah terbukti berbaiat kepada ISIS atau al-Qaeda segera ditangkap saja,” tambahnya. 

Kapolres Mimika AKBP I Gusti Gede Era Adhinata pada Senin, mengatakan kelompok yang ditangkap di Merauke sempat singgah di Timika. 

“Faktanya Timika adalah jalur transit kelompok teroris yang ditangkap di Merauke itu. Sampai sekarang kami masih mencari informasi lanjutan apakah ada sel-sel teroris lain di Timika,” kata Era, seperti dikutip AntaraNews. 

Pada 2019, Densus 88 menangkap delapan terduga teroris terkait JAD di Jayapura, ibu kota Papua. 

Pada bulan April, pemerintah menetapkan gerakan pemberontak yang melakukan kekerasan secara brutal di Papua sebagai kelompok teroris dan memerintahkan aparat gabungan TNI/Polri untuk melakukan penindakan secara tegas terhadap individu-individu yang terlibat.  

Konflik di Papua berawal dari Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di bawah pengawasan PBB pada 1969 yang menetapkan wilayah itu sebagai bagian dari Indonesia. Sebagian warga Papua dan kalangan pegiat HAM memandang Pepera manipulatif lantaran hanya melibatkan sekitar seribu orang yang telah diinstruksikan untuk memilih bergabung dengan Indonesia.

Konflik antara kelompok separatis dengan aparat keamanan sejak itu menjadi tak terbendung. 

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.