Operasi Tinombala di Poso Kembali Diperpanjang
2020.06.30
Palu
Mabes Polri memperpanjang Operasi Tinombala untuk memburu Mujahidin Indonesia Timur (MIT), kelompok militan bersenjata terafiliasi ISIS, meski adanya tuntutan dari beberapa kelompok agar operasi dihentikan menyusul tewasnya tiga warga sipil yang diduga ditembak petugas keamanan.
Kapolda Sulten Irjen Syafril Nursal mengatakan, Selasa (30/6), bahwa perpanjangan operasi Tinombala harus dilakukan karena masih terdapat 13 anggota MIT yang belum tertangkap di Poso.
“Saya tegaskan operasi akan terus berjalan sampai semua pengikut MIT kita tangkap hidup atau pun mati,” kata Syafril kepada wartawan di Palu.
Menurut Syafril, perpanjangan operasi Tinombala tertuang dalam surat Kapolri bertanggal 26 Juni dan berlaku mulai 29 Juni hingga 30 September 2020.
Dalam tahun ini Mabes Polri sudah dua kali memperpanjang operasi Tinombala. Perpanjangan pertama dimulai 1 Januari hingga 31 Maret, kemudian diperpanjang hingga 28 Juni.
Operasi Tinombala dimulai pada awal 2016, sebagai perpanjangan dari operasi Camar Maleo pada 2015 dengan tujuan yang sama, menangkap kelompok militan MIT.
Di bawah kepemimpinan Santoso, militan Indonesia yang pertama kali secara terbuka berbaiat dengan ISIS, MIT sempat beranggotakan 40 –an orang, termasuk Muslim Uighur dari Cina.
Santoso tewas dalam baku tembak dengan Satgas operasi Tinombala pertengahan 2016. Sejak saat itu anggota MIT terus diburu. Walaupun jumlahnya kini tinggal belasan namun kelompok tersebut masih aktif melakukan sejumlah aksi. Sejumlah pembunuhan warga dengan menggorok leher para korban, cara kejam yang kerap dilakukan kelompok ini masih terjadi.
Sebuah video berdurasi singkat memperlihatkan kelompok tersebut membunuh seorang petani, dan ajakan dari Ali Kalora, pemimpin MIT saat ini, untuk memerangi aparat, beredar April lalu
Terkait adanya desakan dari sejumlah organisasi masyarakat yang meminta operasi Tinombala dihentikan, Syafril menegaskan, Polri punya banyak pertimbangan untuk melanjutkan, termasuk masih ada ratusan mantan kombatan ISIS yang kembali ke Indonesia.
"Ada kurang lebih 600 eks kombatan ISIS. Bayangkan kalau kita menghentikan operasi Tinombala dan mereka ke Poso. Jadi pihak yang tuntut operasi Tinombala dihentikan mereka tidak mengerti masalahnya," ujarnya.
Syafril mengakui bahwa, operasi Tinombala menjadi panjang, karena pengkaderan pengikut baru MIT di bawahnya masih berjalan.
Jika dilakukan penangkapan, pasti akan ada lagi pengikut baru yang naik bergabung, ujarnya.
TNI tidak dilibatkan
Dalam perpanjangan operasi kali ini, personel TNI tidak lagi dilibatkan, kata Kepala Penerangan Korem 132 Tadulako Palu, Kapten Ahmad Jayadi.
“Jadi untuk TNI dari Januari 2020 itu sudah tidak dilibatkan lagi di dalam operasi,” ujar Ahmad.
“Kami tidak tahu persis kenapa TNI tidak lagi dilibatkan. Yang pasti sejak berakhir Desember 2019 kemudian ke Januari 2020, TNI sudah tidak tergabung lagi dalam satgas,” tutupnya.
Evaluasi harus dilakukan
Anggota kelompok Tim Pembela Muslim Sulteng, Andi Akbar, mengatakan perpanjangan operasi Tinombala harusnya dibarengi dengan adanya pemaparan hasil evaluasi dari Polri melalui Polda Sulteng.
Terlebih, operasi yang sudah berjalan sejak 2016 itu dia anggap telah gagal karena sudah menewaskan tiga warga sipil yang tidak berdosa.
“Okelah operasi kembali dilanjutkan, tapi evaluasi harus dilalukan dan hasilnya disampaikan kepada publik,” kata Akbar kepada BenarNews.
Dia mempertanyakan status 41 personel satgas operasi Tinombala yang sudah diperiksa terkait kematian tiga warga sipil di Poso.
“Nah, ini juga menjadi tuntutan kami dan belum ada jawaban. Makanya kami mendesak Polri dalam hal ini Polda Sulteng untuk menjelaskan semua ini ke publik. Jika memang personel satgas bersalah harus ditindak tegas,” tukas Akbar.
Direktur Lembaga Pusat Studi-Hak Asasi Manusia Sulteng Mohammad Affandi menambahkan, dengan perpanjangan kembali operasi Tinombala di Poso, ia berharap personel yang dilibatkan bisa bekerja dengan baik.
“Di Poso saat ini banyak orang yang mendukung operasi diperpanjang dan banyak juga mendukung operasi dihentikan. Oleh karena itu polanya harus benar-benar diubah sehingga personel di Poso tidak salah dalam bertindak,” ujarnya.
Affandi menilai, Polda Sulteng tidak perlu lagi menjadikan medan hutan dan pegunungan yang sulit sebagai alasan sehingga tidak bisa memusnahkan MIT di Poso.
“Sekarang utamakan kinerja intelejen karena tidak semua pengikut MIT itu di dalam hutan dan pegunungan,” tandasnya.
Masih diperiksa
Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Didik Supranoto mengatakan, sampai saat ini 41 anggota personel satgas operasi Tinombala masih diperiksa terkait dugaan salah tembak hingga menewaskan tiga warga sipil tahun ini.
Tiga warga yang tewas itu adalah Qidam Alfariski Mofance (20), Firman (17), dan Syarifudding (25).
Qidam diduga tewas setelah ditembak dan dianiaya seusai bertemu dengan kerabatnya di Dusun III, Desa Tobe, Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kamis 9 April 2020.
Sedangkan Firman dan Syarifudding tewas seusai berkebun di Desa Maranda, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Selasa 2 Juni 2020.
Menurut Didik, proses penyidikan kasus ini diambil alih oleh Mabes Polri, sedangkan Polda hanya membantu memberikan data-data jika dibutuhkan.
“Jadi semua proses penyidikan diambil alih sama Mabes Polri. Kita tunggu saja apa hasilnya. Karena butuh proses,” imbuhnya.
Sementara itu laporan yang diperoleh BenarNews dari aparat keamanan Filipina mengungkapkan indikasi kaitan antara MIT dengan kelompok teroris Abu Sayyaf di selatan Filipina. Laporan intelejen negara tersebut mengatakan adanya kemungkin saluran dana aksi terorisme oleh kelompok Abu Sayyaf berasal dari Poso.