Pemerintah Dinilai Tidak Serius Atasi Pengiriman TKI Ilegal

Aktivis minta pemerintah mengambil langkah hukum terhadap para calo.
Arie Firdaus
2018.01.24
Jakarta
buruh1000.jpg Pekerja migran dari Indonesia membawa plakat dengan slogan "Slave" dalam reli Hari Buruh di Hong Kong, Mei 2014.
AFP

Rangkaian penggerebekan yang dilakukan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dan polisi terhadap sejumlah tempat penampungan calon tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal ditanggapi sinis aktivis buruh migran.

Mereka menilai penggerebekan tidak akan menghentikan aksi itu di masa mendatang, sehingga diyakini tak mampu menuntaskan pengiriman TKI ilegal ke luar negeri.

"Menurut saya, Kemenaker dan lembaga lain sebaiknya menghindari cara-cara lama seperti itu," kata Direktur Eksekutif Migran Care Wahyu Susilo kepada BeritaBenar, Rabu, 24 Januari 2018.

Menurutnya, selama ini aparat Indonesia telah berulang kali melakukan ihwal serupa. Nyatanya, pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri secara ilegal terus terjadi.

"Harus serius, ada langkah hukum bagi calo-calo tersebut," tegas Wahyu.

Menurut catatan Migran Care, lanjutnya, belum ada pihak dari perusahaan pengiriman tenaga kerja ilegal yang sudah dijadikan tersangka sampai saat ini. Padahal ketegasan hukum tersebut dibutuhkan agar menimbulkan efek jera.

"Mereka harus dihadapkan ke muka hukum. Harus dipidanakan," tambahnya.

Tak jauh berbeda pendapat Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) Abdullah Umar Basalamah, yang meminta aparat hukum dan Kemenaker berani mengusut jaringan pelaku pengiriman tenaga kerja ilegal.

"Sampai aktor intelektualnya (diusut tuntas)," katanya kepada BeritaBenar, "memang tidak mudah, tapi jika hanya penggerebekan tindakan jahat itu akan terus berulang."

Dua penggerebekan

Penggerebekan sejumlah titik penampungan calon tenaga kerja ilegal dilakukan petugas Kemenaker dan polisi dalam sepekan terakhir.

Penggerebekan pertama dilakukan, Kamis malam pekan lalu di Balai Latihan Kerja Luar Negeri Restu Putri Indonesia di Pondok Kopi, Jakarta Timur.

Di sini, tim gabungan kementerian dan polisi menemukan 100 orang calon tenaga kerja ilegal dari beberapa daerah yang siap diberangkatkan ke beberapa negara di Timur Tengah.

Sejak 2015, Pemerintah Indonesia menangguhkan pengiriman tenaga kerja ke 19 negara Timur Tengah lantaran maraknya tindak kekerasan. Tapi pengiriman TKI secara ilegal tetap saja terjadi.

Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 260 tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI pada Pengguna Perseorangan di kawasan Timteng.

Berselang enam hari, penggerebekan kembali terjadi di tempat penampungan TKI ilegal di Jati Sampurna, Bekasi, Jawa Barat. Penampungan ini dimiliki PT Hasindo Karya Niaga.

Dari penggerebekan itu, aparat menemukan 41 calon TKI ilegal dari berbagai daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.

Dikutip dari laman Antaranews, sebanyak 23 orang di antaranya akan diberangkatkan PT Hasindo Karya Niaga ke sejumlah negara di Timur Tengah, seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

"Sisanya mengaku akan diberangkatkan ke Singapura dan Malaysia," kata Kepala Sub Direktorat Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Kementerian Tenaga Kerja, Yuli Adiratna di laman Antaranews.

"Namun kami menduga kuat perusahaan penyalur akan mengirimkan seluruh calon pekerja ke negara Timur Tengah."

Dari keseluruhan calon TKI ilegal yang diamankan dari penggerebekan itu, sebanyak 82 orang kini ditampung sementara di Rumah Perlindungan Trauma Center Kementerian Sosial di Bambu Apus, Jakarta Timur.

"Sampai tenang dulu. Habis itu dicarikan jalan keluar. Jika ingin pulang kampung, akan difasilitasi," kata Yuli.

Namun, tidak ada pihak dari perusahaan penampungan calon TKI ilegal tersebut yang turut diamankan dalam kedua penggerebekan tersebut.

BeritaBenar mencoba menghubungi Yuli dan Direktur Jenderal Pengawasan Kemenaker Sugeng Prayanto Priyanto atas keputusan ini, tapi tak beroleh jawaban.

Adapun juru bicara Mabes Polri, Brigjen. Pol. Muhammad Iqbal enggan berkomentar lebih lanjut.

"Saya belum tahu," katanya singkat saat dihubungi.

Kemiskinan

Merujuk data rilisan Mabes Polri sepanjang 2017, terdapat 1.083 buruh migran yang jadi korban tindak pidana perdagangan orang, yang melibatkan enam jaringan internasional, yakni dari Arab Saudi, Mesir, Abu Dhabi, Malaysia, China, dan Suriah.

Modus kejahatan adalah dengan mengiming-imingi pekerjaan menjanjikan di luar negeri dan berangkat menggunakan visa umrah, wisata, atau ziarah.

Korban biasanya berasal dari desa-desa dengan tingkat pengangguran tinggi di daerah Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.

Kepada BeritaBenar ketika itu, aktivis Migrant Care lainnya, Anis Hidayah, meyakini korban perdagangan manusia sejatinya lebih besar dari data rilisan kepolisian.

"Kasus yang tidak terlapor bisa empat atau lima kali lebih besar dari yang terlapor,” ujarnya, akhir Desember 2017.

Tingginya kasus perdangan manusia, tutur Anis, disebabkan kemiskinan, ketimpangan sosial, kekerasan terhadap perempuan, pemenuhan hak atas pendidikan belum optimal, lapangan pekerjaan terbatas, dan mekanisme migrasi tenaga kerja ke luar negeri yang belum melindungi.

“Harus ada upaya serius untuk menyelesaikan dari akarnya, termasuk mencegah,” ujar Anis.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.