TNI AD Secara Resmi Telah Hapus 'Tes Keperawanan'
2021.09.01
Jakarta
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat secara resmi menyatakan telah menghapus tes keperawanan dalam ujian masuk calon prajurit perempuan atau Korps Wanita Angkatan Darat (Kowad), demikian disampaikan Kepala Pusat Kesehatan TNI AD Mayjen Budiman, Rabu (1/9).
Ketentuan itu diatur dalam penyempurnaan petunjuk teknis pemeriksaan uji fisik calon anggota TNI Angkatan Darat yang dikeluarkan 13 Juni 2021, kata Budiman.
Penerbitan beleid tersebut sejalan dengan instruksi Kepala Staf AD Jenderal Andika Perkasa yang mengatakan bahwa materi uji badan calon prajurit harus mengikuti dinamika dan perubahan zaman, ujarnya.
Walhasil pengujian selaput dara tidak menjadi bagian dari pemeriksaan uji badan calon anggota TNI AD perempuan.
"Kata-kata hymen atau selaput dara juga sudah dihilangkan dalam formulir pemeriksaan uji badan," ujar Budiman dalam diskusi daring, seraya menambahkan bahwa aturan baru itu wujud penyetaraan antara laki-laki dan perempuan di tubuh TNI AD.
Lewat petunjuk teknis itu pula Budiman mengatakan bahwa pemeriksaan kesehatan untuk calon personel perempuan bakal lebih menghargai privasi seperti menyediakan ruang pemeriksaan yang representatif.
"Mereka yang berada di dalam ruangan juga terbatas hanya dokter pemeriksa, seorang dokter obgyn, satu orang bidan, serta calon yang diperiksa," ujar Budiman.
Namun pemeriksaan selaput dara, terang Budiman, masih akan dilakukan dalam kondisi tertentu, seperti saat calon memiliki kelainan seperti hymen imperforata. Istilah itu merujuk kepada kondisi selaput dara yang tidak berlubang yang dapat menyebabkan darah menstruasi menumpuk.
“Tes keperawanan” merupakan istilah yang sebelumnya kerap digunakan dalam salah satu rangkaian tes kesehatan calon prajurit perempuan, berupa praktik memasukkan dua jari ke dalam vagina untuk menentukan apakah seseorang itu pernah berhubungan seksual.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam sejumlah kesempatan telah menyatakan bahwa “tes keperawanan” untuk calon prajurit tidak memiliki manfaat ilmiah atau dasar medis.
Human Rights Watch, organisasi hak asasi manusia yang berbasis di New York, pertama kali menerbitkan laporan tentang keberadaan “tes keperawanan” di institusi kepolisian Indonesia pada tahun 2014 dan kemudian di militer pada tahun berikutnya.
Polri telah menghentikan tes tersebut pada tahun 2015.
Juru bicara Angkatan Laut dan Angkatan Udara juga mengatakan tidak ada istilah “tes keperawanan”, namun mereka mengakui adanya tes ginekologi untuk mendeteksi penyakit seperti kanker.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut Laksamana Pertama Julius Widjojono menyangkal terdapat "tes keperawanan" di matranya.
"Pemeriksaan keperawanan tidak ada, tapi yang diperiksa adalah kandungan dan kehamilan," kata Julius kepada BenarNews.
Menurut Julius, keberadaan tes kandungan dan kehamilan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi lengkap calon prajurit TNI AL. Tes itu pun disebutnya saling berkorelasi dengan materi lain seperti kesehatan mental, psikologis, dan ideologis.
"Kami loyal terhadap peraturan Panglima (TNI)," ujar Julius, merujuk Keputusan Panglima TNI yang dikeluarkan 23 November 2020.
Beleid yang memuat petunjuk teknis pemeriksaan dan uji kesehatan di lingkungan TNI itu, yang salinannya diterima BenarNews, memang tidak menyebutkan keberadaan "tes keperawanan".
Pada Bab V Keputusan Panglima TNI tersebut yang memuat tentang jenis pemeriksaan misalnya, tes tambahan untuk calon prajurit perempuan hanya berupa tes ginekologi dan pap smear menggunakan spekulum.
Hal sama disampaikan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (AU) Marsekal Pertama Indan Gilang Buldansyah yang mengatakan bahwa calon prajurit perempuan AU hanya menjalani tes tambahan berupa kesehatan reproduksi dan tes kepadatan tulang.
Hal itu, terang Indan, merujuk pada Keputusan Kepala Staf AU tentang tes kesehatan reproduksi.
"Tes itu untuk mengantisipasi calon yang mengidap kista atau kesehatan reproduksi lain yang bisa mengganggu pendidikan dasar kemiliteran dan saat menjadi prajurit aktif," kata Indan.
"Tujuan pemeriksaan kesehatan adalah untuk mendapatkan calon prajurit yang sehat dan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan."
Penghapusan "tes keperawanan" menjadi pembicaraan publik usai Andika Perkasa memberi sinyal penghentian "tes keperawanan" untuk calon prajurit perempuan dalam pertemuan kepada para Pangdam pada Juli lalu.
Video pertemuan tersebut disebarluaskan melalui akun Youtube TNI Angkatan Darat.
Andika mengatakan keputusan itu diambil dari hasil evaluasi yang dilakukan institusinya pada setiap awal tahun. Perbaikan tes kesehatan dalam sistem perekrutan juga diutamakan pada faktor-faktor yang berkontribusi penting bagi keselamatan calon prajurit, katanya.
Pensiunan perwira tinggi kepolisian yang selama ini aktif menyuarakan penghapusan "tes keperawanan" Sri Rumiyati menyambut baik penghapusan tes keperawanan.
"Kalau sudah ada hitam di atas putih, maka semua wajib mematuhi keputusan itu," ujar Sri dalam diskusi yang sama.
Peneliti Human Rights Watch di Indonesia, Andreas Harsono, mengapresiasi keputusan TNI AD dengan menyebutnya sebagai kemenangan bagi semua orang.
"Ini bukan hanya kemenangan perempuan, tapi juga laki-laki. Ini kemenangan semua orang," kata Andreas dalam kesempatan sama.
Penggagas petisi penghapusan "tes keperawanan" terhadap calon prajurit perempuan di laman Change.org, Latisha Rosabelle, berharap TNI AD dapat pula menyampaikan permohonan maaf resmi terhadap para perempuan yang sempat menjalani "tes keperawanan".
Pasalnya tes selama ini disebut Latisha telah menyebabkan trauma tersendiri bagi para perwira perempuan.
Terkait harapan permohonan maaf resmi dari TNI AD, Budiman enggan berkomentar lebih lanjut dengan mengatakan, "Kalau permohonan maaf bukan kewenanangan saya."