TNI AU Latihan Perang Besar-Besaran di Natuna
2016.10.05
Jakarta

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) menggelar latihan perang Angkasa Yudha besar-besaran di perairan Natuna, Kepulauan Riau, Kamis, 6 Oktober 2016.
Dalam latihan yang menurut pengamat militer sebagai pesan simbolis bahwa Indonesia serius terhadap masalah batas wilayah di Natuna, seluruh unsur kesatuan TNI AU bakal menunjukkan kemampuan baik operasional maupun taktikal.
“Kegiatan ini melalui tahapan latihan yang dilaksanakan oleh perorangan, dilanjutkan latihan satuan dan antar-satuan, untuk melihat profesionalisme dan kesiapan operasi hasil dari latihan TNI AU,” ujar Kepala Dinas Penerangan AU, Marsma (TNI) Jemi Trisonjaya di Jakarta, Rabu, 5 Oktober 2016.
Lebih dari 2.000 personil TNI AU dan 73 pesawat berbagai macam tipe dan jenis unjuk kekuatan dalam latihan yang berlokasi dekat Laut China Selatan. Unit pesawat tempur itu berasal dari tujuh skuadron udara TNI AU.
“Ada pesawat tempur, angkut, dan heli,” tambah Jemi dalam pesan singkat kepada BeritaBenar.
Latihan perang Angkasa Yudha TNI AU yang semula dijadwalkan Rabu pekan lalu di Air Weapon Range Buding, Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dibatalkan.
Tak ada keterangan resmi terkait pemindahan ke Natuna, yang merupakan kepulauan terluar Indonesia dan sering dikaitkan dalam konflik Laut China Selatan.
‘Pesan ke China’
Pakar Laut China Selatan dari Habibie Center, Muhammad Arif, menyatakan pemindahan lokasi latihan pasti sudah didiskusikan dan merupakan instruksi langsung dari Presiden Joko Widodo dan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
“Semua ini pasti sudah dikalkulasikan dengan baik oleh mereka,” kata Arif kepada BeritaBenar.
Ia menjelaskan meski tidak eksplisit, tapi dalam setiap latihan militer pasti bertujuan untuk “show off force” baik mengukur kesiapan operasional maupun mengirim kesan kepada pihak tertentu.
“Karena konteksnya Natuna, terkesan jelas kalau Indonesia mengirimkan pesan ke China dan domestic constituent bahwa kita sangat serius dalam menjaga kedaulatan NKRI,” ujarnya.
“Pelanggaran yang kerap dilakukan nelayan China masuk ke wilayah ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia tidak hanya dilakukan sekali namun berkali-kali sejak 2010,” tambahnya.
Sejak awal tahun ini hingga 21 Juni 2016, setidaknya 57 kapal ikan asing telah ditangkap di perairan Natuna oleh gabungan Satgas terdiri dari TNI Angkatan Laut (AL), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Polisi Air. Dari jumlah itu, tiga di antaranya berbendera China.
Kejadian Maret lalu, kapal penjaga pantai China mengintervensi petugas KKP dengan menabrak kapal ikan China yang diduga mencuri ikan sehingga kapal itu terlepas.
Kemudian kejadian 27 Mei lalu, kapal China Gui Bei Yu 27088 tidak memiliki izin dan dokumen menangkap ikan di perairan itu. Kapal dan delapan awak ditangkap TNI AL. Pemerintah China sempat memprotes penangkapan tersebut.
Saat ini, Arif memperkirakan jumlah personil TNI Angkatan Udara, Laut, dan Darat berjumlah 500.000 orang, namun ia menyangkal kalau jumlah personil bisa menggambarkan bagus tidaknya pertahanan suatu negara.
“Sekarang arahnya lebih kepada kekuatan pertahanan dalam bidang teknologi, personel tidak mencerminkan bagus tidaknya pertahanan dan keamanan satu negara,” katanya.
Kekuatan lawan
Hal senada dikatakan pakar militer, Susaningtyas Kertopati. Menurutnya selain memberi pesan simbolis bahwa Indonesia sangat serius atas masalah batas wilayah di Natuna, latihan ini juga sekaligus menjadi sarana untuk memetakan kekuatan lawan.
“Wajar saja bila Indonesia memberikan sikap tegas kepada China,” tegasnya.
Seperti diketahui bahwa China menegaskan sikap untuk menolak segala putusan hakim Mahkamah Internasional yang menyatakan sembilan garis putus merupakan suatu yang illegal dan tidak berdasar.
Putusan mahkamah di Den Haag, Belanda, beberapa waktu lalu memenangkan gugatan Filipina atas klaim sepihak China terhadap sejumlah wilayah di Laut China Selatan.
Dalam pernyataan resminya, China menyatakan siap melakukan langkah apapun untuk melindungi kedaulatannya.
“Begitupun Indonesia, dasar hukum kepemilikan Indonesia atas semua pulau di Natuna sangat kuat dan diakui UNCLOS (United Nations Convention on The Law of the Sea) tahun 1982 dan telah didepositkan di Sekjen PBB tanpa ada protes satu negara pun,” jelas Susaningtyas.
Malah, ujarnya, latihan perang TNI AU tersebut akan membawa dampak positif karena bisa meningkatkan semangat nasionalisme dan performa prajurit TNI.
Tak perlu dipersoalkan
Tetapi, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan latihan perang di Natuna tidak perlu dipersoalkan karena secara reguler dilakukan setiap tahun.
“Sekali lagi, yang ingin saya tekankan adalah ini bukan pertama dilakukan Indonesia. Kita sudah melakukan beberapa kali dan ini dilakukan oleh TNI di wilayah Indonesia. Natuna adalah wilayah Indonesia,” ujarnya.
Panglima TNI Gatot Nurmantyo juga membantah latihan perang tersebut ada kaitannya dengan konflik Laut Cina Selatan, karena Natuna merupakan wilayah yang masuk dalam teritorial Indonesia.
"Natuna adalah wilayah NKRI. Kita latihan di manapun juga di wilayah NKRI sah-sah saja kan," katanya kepada wartawan usai upacara peringatan HUT TNI ke-71 di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta, Rabu.
Menurutnya, latihan di perairan Natuna sudah sering dilakukan. Bahkan pada 2011 juga digelar latihan perang Angkasa Yudha di perairan tersebut.