Pelantikan Kepala TNI Dan BIN Akan Dilakukan Bersamaan: Presiden
2015.07.06
Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengatakan bahwa pelantikan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan dilakukan bersamaan setelah mendapatkan tanggal yang tepat.
Calon kandidat terpilih BIN Sutiyoso menjanjikan akan melakukan perubahan kelembagaan serta memerangi radikalisme melalui penguatan dunia cyber, sedangkan kandidat terpilih TNI Gatot Nurmantyo akan mengutamakan peningkatan kesejahteraan anggota TNI dan peningkatan industri pertahanan di Indonesia.
“Mereka akan dilantik bersamaan. Semua persyaratan sudah lengkap. Tinggal pengangkatan dan sekarang waktu masih dikonfirmasi oleh sekretariat," katanya kepada wartawan di Bogor tanggal 6 Juli.
Calon Tunggal Panglima TNI
Jenderal Gatot Nurmantyo merupakan calon tunggal Panglima TNI untuk menggantikan Jenderal Moeldoko, yang akan pensiun tanggal 1 Agustus mendatang.
Beliau telah menjalani uji kelayakan dari Dewan Perwakilan Rakyat tanggal 1 Juli lalu.
Terpilihnya pria kelahiran Tegal, Jawa Tengah tanggal 13 Maret 1960 lalu ini sempat menemui polemik.
Presiden Jokowi dianggap telah merubah tradisi dalam TNI dalam memilih seorang panglima.
“Biasanya pengangkatan jenderal TNI dilakukan secara bergilir dari masing-masing angkatan. Jenderal Moeldoko dari Angkatan Darat (AD), maka seharusnya penggantinya adalah dari Angkatan Udara,” kata Wakil Kepala DPR, Fahri Hamzah.
“Tapi Presiden Jokowi hanya mengajukan satu calon saja,” katanya lanjut sambil menerangkan bahwa ini merubah tradisi rotasi pengangkatan Panglima TNI sejak zaman Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
“Jika presiden ingin mempertahankan tradisi maka kepemimpinan seharusnya jatuh kepada Angkatan Udara staf Kepala Air Marshall Agus Supriatna,” katanya lanjut.
Keputusan Jokowi juga sempat ditentang oleh partainya sendiri.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), mendesak Presiden untuk mempertahankan tradisi rotasi.
“Takutnya AD mempunyai kekuatan yang berlebihan dan jika terlalu kuat kekuasaannya mereka bisa menapak mundur arah reformasi,” kata Tubagus Hasanuddin, anggota parlemen PDI-P dari Komisi I DPR.
Latar belakang militer yang kuat
Gatot dikenal akrab dikalangan militer. Ia sebelumnya menjabat Kepala Staf Angkatan Darat.
Ia lulus Akademi Militer tahun 1982 dan pernah menjabat sebagai Gubernur Akademi Militer pada 2009-2010.
Ia juga pernah menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat pada 2013-2014.
Dalam uji kelayakan, Gatot mengatakan bahwa ia akan mengutamakan peningkatan kesejahteraan anggota TNI dan peningkatan industri pertahanan di Indonesia termasuk Alutsista (alat utama sistem pertahanan).
Dari 10 Fraksi, delapan fraksi setuju tanpa catatan. Partai Nasional Demokrat (NasDem) meloloskan dengan catatan komitmen calon panglima untuk menangani industri pertahanan dalam negeri.
“Kasus jatuhnya pesawat Hercules C-130 menunjukkan bahwa Alusista militer kita masih lemah,” kata Fahri Hamzah.
Pesawat Hercules C-130 buatan Amerika tahun 1964 dalam misi menyalurkan pasokan ke Kepulauan Riau ketika jatuh tak lama setelah lepas landas dari Pangkalan Udara Soewondo di Medan, Sumatra Utara tanggal 30 Juni lalu.
Sejauh ini 114 mayat sudah berhasil diidentifikasi, kata Agus tanggal 4 Juli lalu seperti dilaporkan oleh AntaraNews.
Sementara itu Partai Golongan Karya meloloskan uji kelayakan Gatot dengan persyaratan bahwa calon Panglima TNI ini akan meningkatkan kesejahteraan TNI serta membangun hubungan TNI dengan masyarakat.
Pengamat militer Universitas Padjajaran (Unpad) Muradi memberikan analisa terpilihnya Gatot sebagai pengganti Jenderal Moeldoko.
“Gatot mempunyai kapasitas untuk menyatukan TNI, ia juga mempunyai visi membangun kekuatan maritim senada dengan ambisi Presiden Jokowi untuk menjadikan maritime Indonesia sebagai kekuatan membangun bangsa,” katanya.
Peran militer
Agus Widjojo, seorang pensiunan jenderal tentara Indonesia, mengatakan bahwa jika penguasaan militer AD terjadi setelah pemindahan kekuasaan, maka usaha menjauhkan militer dari politik akan sia-sia.
“Jika terbukti penguasaan militer semakin besar dalam masyarakat ini menunjukkan bahwa Indonesia akan gagal menjalankan reformasi politik dan militer,” katanya kepada BeritaBenar tanggal 6 Juli.
Ia mengkritisi Presiden Jokowi.
“Sepertinya beliau kurang percaya diri tanpa militer disisinya,” lanjut Agus.
“Reputasi militer Indonesia sudah membaik sejak Suharto lengser,” kata mantan Jenderal yang pernah ikut memelopori reformasi militer ini.
Presiden Jokowi sebelumnya mengatakan bahwa pencalonan Jenderal Gatot Nurmantyo didasarkan pada "situasi geopolitik dan geostrategis terbaru."
Sidney Jones, direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), mengatakan meskipun masih ada area abu-abu dan trauma tentang peranan militer Indonesia, tetapi tampaknya keterlibatan militer bukan akan kembali ke panggung politik.
“Militer sepertinya tertarik untuk memastikan keamanan internal seperti kontra terorisme, terutama dengan citra kepolisian yang dinilai masyarakat masih lemah dalam memerangi terorisme,” katanya kepada BeritaBenar tanggal 6 Juli.
“Semoga kehadiran militer untuk memerangi terorisme tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan memberi mereka kekuasaan luas di politik. Tetap harus ada pemisahan kekuasaan antara sipil dan militer,” katanya.