Kembali, seorang TNI gugur ditembak separatis Papua, total 4 tewas sebulan terakhir

Sementara itu aparat bantah tudingan separatis tentang TNI/Polri lakukan operasi militer untuk bebaskan pilot Susi Air.
Arie Firdaus
2023.04.10
Jakarta
Kembali, seorang TNI gugur ditembak separatis Papua, total 4 tewas  sebulan terakhir Anggota TNI bersiap berangkat ke Timika, Papua, pada 5 Maret 2022, untuk mengevakuasi delapan teknisi yang tewas diduga karena ditembak kelompok separatis bersenjata, saat para pekerja tersebut memperbaiki tiang telekomunikasi di sana.
[Sevianto Pakiding/AFP]

Seorang tentara meninggal dunia dalam baku tembak dengan kelompok separatis bersenjata di Kampung Titigi, Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, kata pejabat militer pada Senin (10/4).

Sersan Satu Robertus Simbolon tewas pada Minggu (9/4) dalam kontak senjata sekitar pukul 16.00 waktu setempat dan menjadi korban aparat keamanan keempat yang gugur oleh kelompok separatis di pulau paling timur Indonesia tersebut dalam sebulan terakhir.

Kepala Penerangan Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih Kolonel Herman Taryaman mengatakan, Robertus ditembak kelompok separatis saat melakukan pengamanan bersama aparat keamanan lain di Kampung Titigi di Intan Jaya.

"Kontak tembak terjadi pukul 16.00 WIT. Robertus sempat dilarikan ke puskesmas, tapi nyawanya tidak tertolong dan dinyatakan meninggal," kata Herman dalam keterangan diterima BenarNews.

Jenazah Robertus disemayamkan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sugapa dan menurut rencana akan diterbangkan ke Kabupaten Mimika pada hari ini, untuk selanjutnya dipulangkan ke Karawang, Jawa Barat.

Herman menambahkan aparat keamanan akan meningkatkan kesiagaan sebagai antisipasi agar insiden serupa tak terulang.

Pekan lalu (3/4), kata Herman, kelompok separatis menyerang pos TNI Angkatan Darat di Distrik Yal, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan dan menewaskan Prajurit Satu Hamdan.

Pada 25 Maret, kelompok yang sama juga menyerang dan menewaskan dua aparat keamanan yang tengah mengamankan salat tarawih di sebuah masjid di Distrik Ilu, Kabupaten Puncak Jaya, Papua Pegunungan. Petugas yang gugur adalah anggota TNI Sersan Dua Riswar dan polisi Brigadir Mesak Indey.

Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), sayap bersenjata dari Organisasi Papua Merdeka mengaku bertanggung jawab atas tewasnya Robertus. Serangan tersebut dilancarkan pasukan di bawah komando Undius Kogeya, kata Juru Bicara TPNPB Sebby Sambom.

"Dalam aksi serangan dan penembakan anggota TNI di Kabupaten Intan Jaya pada 9 April 2023, Panglima KODAP VIII Intan Jaya yaitu Brigjen Undius Kogeya dan pasukannya yang bertanggung jawab," kata Sebby kepada BenarNews.

"Ini adalah perang pembebasan nasional dan tidak akan berhenti sampai Papua merdeka."

Sebby juga mengklaim pasukannya juga telah menembak mati seorang anggota TNI lain di Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, di bawah pimpinan Goliat Naaman Tabuni, namun klaim tersebut dibantah pihak Kodam Cendrawasih.

Upaya pembebasan pilot Mehrtens

Konflik bersenjata antara aparat keamanan Indonesia dan kelompok separatis sejatinya tak cuma mengorbankan kedua pihak, tapi juga warga sipil.

Februari lalu, sebanyak 167 warga Distrik Paro di Kabupaten Nduga meninggalkan kampung halaman mereka karena takut menjadi korban dalam konflik bersenjata antara militer Indonesia dan kelompok separatis.

Pada 9 Maret, dua warga sipil di Kabupaten Yahukimo meninggal dunia usai ditembak kelompok separatis bersenjata Papua. Kepolisian setempat kala itu menyatakan bahwa pelaku merupakan anak buah Egianus Kogoya yang tengah diburu aparat keamanan usai menyandera Phillip Mehrtens, pilot Susi Air berkewarganegaraan Selandia Baru, sejak 7 Februari 2023.

Terkait pembebasan Mehrtens, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dalam keterangan pada Minggu (9/4) mengatakan akan terus mengupayakan pembebasan lewat cara persuasif.

"Saya tidak mau mengerahkan kekuatan TNI hanya untuk menyelamatkan pilot. Pilot tetap kami selamatkan dengan cara persuasif," kata Yudo.

Komandan Pelaksana Operasi (Dankolakops) TNI Brigadir Jenderal Juinta Omboh Sembiring dalam keterangan pers di Timika pada Senin (10/4) enggan mematok tenggat pembebasan Mehrtens.

Sampai saat ini aparat masih terus berkomunikasi dengan pemerintah dan tokoh daerah setempat untuk mengupayakan pembebasan sang pilot sembari juga melakukan penegakan hukum, kata Juinta tanpa merinci maksud dan bentuk penegakan hukum yang dilakukan.

"Semua kegiatan ini memerlukan waktu yang tidak singkat karena kita memprioritaskan keselamatan Pilot sebagai yang utama," ujarnya, seraya membantah tudingan kelompok separatis yang menyatakan TNI/Polri telah melakukan operasi militer untuk membebaskan Mehrtens.

"Sejatinya dan kenyataannya tidak ada operasi militer. Yang ada adalah operasi pencarian dan penyelamatan pilot Susi Air mendukung penegakan hukum."

TPNPB menyatakan siap bernegosiasi dengan pemerintah Indonesia untuk membebaskan Mehrtens, namun dengan sejumlah catatan. TPNPB meminta pemerintah menarik militer dan polisi dari Papua serta melibatkan negara ketiga dalam negosiasi, kata Sebby.

"Setuju jika dimediasi internasional sebagai penengah," kata Sebby.

Aktivis Lembaga Bantuan Hukum Papua, Emanuel Gobay, mendesak pemerintah untuk mengedepankan dialog dalam penyelesaian masalah Papua demi mencegah bertambahnya korban jiwa, terutama kalangan masyarakat sipil di masa mendatang.

"Kami selalu mendorong dialog untuk penyelesaian karena konflik bersenjata yang berkepanjangan hanya memberi kerugian, terutama bagi masyarakat sipil," kata Emanuel kepada BenarNews.

"Harus ada solusi bermartabat dalam menyelesaikan masalah di Papua."

Hal sama disampaikan Peneliti dari Jaringan Damai Papua, Adriana Elisabeth, yang mendorong penuntasan konflik lewat dialog di Papua.

"Kedua pihak yang berkonflik harus memikirkan dialog damai untuk menghentikan konflik yang terus menelan korban. Kalau tidak, korban akan terus ada, terutama dari masyarakat sipil," ujarnya kepada BenarNews.

Sejalan pula sikap tokoh hak asasi manusia Papua, Yones Douw, yang menilai pemerintah mestinya mampu menuntaskan masalah di Papua lewat dialog, seperti saat menyelesaikan konflik dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

"Kenapa tidak bisa menyelesaikan seperti masalah Aceh dulu?" pungkas Yones

Pemerintah Indonesia dan GAM mencapai kata damai pada 2005 setelah berdialog dengan mediasi pihak asing.

Sejak Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di bawah sponsor PBB pada tahun 1969 yang membawa Papua ke dalam kekuasaan Indonesia, gejolak terus terjadi di Bumi Cenderawasih antara pasukan keamanan Indonesia dan pejuang separatis. Pepera, oleh sebagian penduduk Papua dinilai manipulatif karena hanya melibatkan 1.000 warga yang sebelumnya telah diinstruksikan untuk memilih bergabung dengan Jakarta.

Tria Dianti di Jakarta berkontribusi pada laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.