Tolikara Membaik, Jokowi Gelontorkan Dana Rp 1 M Untuk Pulihkan Ekonomi
2015.07.22
Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengatakan bahwa Presiden Jokowi telah menginstruksikan bantuan Rp 1 miliar untuk pembangunan ekonomi di Tolikara, Papua pasca kerusuhan yang terjadi tanggal 17 Juli lalu.
"Sudah ada petunjuk dari Bapak Presiden agar memberikan bantuan Rp 1 miliar untuk membangun kembali masjid [Baitul Muttaqin], ruko-ruko dan perumahan di Tolikara,” kata Gatot Nurmantyo kepada wartawan hari Rabu 22 Juli di Istana Negara.
“Dana akan diprioritaskan kepada pembangunan ekonomi di Tolikara,” ujar Jenderal TNI yang baru diangkat ini.
Gatot mengatakan bahwa 70 kios siap dibangun menggantikan yang rusak dan 15 kios baru akan dibangun untuk memberi kesempatan putera daerah agar bisa mengembangkan ekonomi di Tolikara.
Menurut Gatot keputusan ini diambil dalam rapat terbatas Presiden, Kapolri, beserta sejumlah kementerian terkait.
“Rapat untuk penyelesaian insiden di Papua,” tegas Gatot.
Empat tersangka kerusuhan sudah diidentifikasi
Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan bahwa Polri sudah mengantongi sejumlah nama-nama tersangka kerusuhan di Tolikara yang setidaknya ada empat orang.
"Kami belum bisa mengumumkan nama-nama tersebut sekarang karena masih menunggu hasil akhir investigasi. Insya Allah nanti akan ditetapkan tersangkanya. Mungkin ada 3-4 orang," ujar Badrodin kepada wartawan di Jakarta hari Rabu.
“Kami juga mempunyai sekitar 30 saksi lainnya dalam investigasi ini,” katanya lanjut.
Ketika reporter BeritaBenar menanyakan kebenaran surat edaran tentang pembatasan beribadah yang telah dikirimkan oleh Sinode Gereja Injili di Indonesia (GIDI) kepada Masjid Baitul Muttaqin, Badrodin menegaskan belum bisa memberikan kepastian, karena kasus ini masih dalam penyelidikan.
“Kita masih menunggu bukti lainnya termasuk dari Kapolres setempat dan dari Bupati Tolikara,” tukas Badrodin.
Sebelumnya, Presiden GIDI Dorman Wandikmbo mengelak tuduhan bahwa GIDI telah mengirimkan surat larangan tersebut kepada anggota Masjid Baitul Muttaqin.
“Itu tidak benar. Memang sebelumnya ada pemuda gereja yang mendatangi umat Islam yang akan melangsungkan Salat Id. Tujuannya adalah memberitahukan bahwa GIDI juga sedang mempunyai acara penting,” kata Dorman kepada BeritaBenar 20 Juli lalu.
Detail surat yang menyebabkan kerusuhan berdarah tersebut berbunyi “Mengingat akan diselenggarakannya Seminar dan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Injili Pemuda Tingkat Pusat bertaraf nasional/internasional pada tanggal 15-20 Juli 2015, maka diminta kepada pihak Muslim agar tidak melakukan kegiatan peribadatan di lapangan terbuka, tidak menggunakan pengeras suara, dan ibadahnya cukup dilakukan di dalam musala atau ruangan tertutup,” kutip AntaraNews tanggal 22 Juli.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin mengatakan bahwa pemerintah sebaiknya terbuka dalam mengungkap kasus Tolikara.
“Pemerintah harus tegas dan transparan agar berita tidak simpang siur dan supaya masyarakat bisa mendapat kebenaran informasi kejadian tersebut,” katanya kepada wartawan hari Rabu.
“Ini masalah kita bersama,” tukasnya.
Kerusuhan di Tolikara terjadi saat Hari Raya Idul Fitri itu, Masjid Baitul Muttaqin, 38 rumah dan 63 kios dibakar ketika umat Islam sedang menjalankan salat Id.
Jangan terpancing konflik agama
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengimbau agar masyarakat tidak terpancing isu agama dengan kejadian di Tolikara.
“Konflik horizontal akan berpotensi mengganggu keamanan Indonesia. Karena kita tahu bahwa isu tentang agama merupakan isu yang sensitif di Indonesia hendaknya kita saling menghargai,” kata Lukman kepada BeritaBenar via telepon.
“Kejadian seperti ini sebelumnya belum pernah terjadi di Tolikara, daerah yang dikenal mempunyai toleransi tinggi. Karena itu daerah lain sebaiknya jangan mudah terpancing,” tukasnya.
Untuk mencegah terjadinya konflik serupa, Lukman mengatakan akan melakukan program deradikalisai.
“Program ini bertujuan untuk mengembangkan sikap toleransi, kebersamaan dan menjaga keutuhan NKRI,” ujar Lukman.
“Kita juga akan memonitor kelompok radikal yang berniat merusak keamanan Papua, baik melalui konflik horizontal maupun melalui aksi terorisme,” jelas Lukman.
Peneliti dari sebuah lembaga penelitian di Yogyakarta, Institute for Research and Empowerment (IRE-Yogyakarta) mengatakan bahwa akar konflik di Tolikara adalah identitas dan perebutan kekuasaan.
“Konflik antara mayoritas dan minoritas yang bisa jadi dipolitisasi oleh pihak tertentu,” kata Sutoro Eko Yunanto, peneliti dari IRE.
Sutoro mengatakan bahwa insiden di Tolikara merupakan pelajaran penting bagi Indonesia.
“Penghargaan terhadap minoritas perlu dijunjung tinggi, ini bukan hanya di Papua di mana Muslim merupakan kelompok minoritas dan sebaliknya,” katanya sembari mengingatkan kasus minoritas Ahmadiyah, dan kelompok Kristen di Jawa Barat yang berjuang memperoleh izin pembangunan rumah ibadat.