Kasus Tom Lembong, ujian komitmen demokrasi Prabowo
2024.11.27
Jakarta
Bagi banyak aktivis prodemokrasi, persidangan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong yang akan datang akan menjadi ujian bagi Presiden Prabowo Subianto, apakah ia akan tunduk pada supremasi hukum atau justru menggunakan mekanisme hukum untuk menekan kritik politik.
Mereka khawatir bahwa penangkapan mantan menteri berusia 53 tahun, yang merupakan lawan Prabowo itu bernuansa politis. Tom Lembong, sapaan akrabnya, ditangkap pada 29 Oktober lalu atau hanya sembilan hari setelah Prabowo dilantik sebagai Presiden. Penangkapan ini terkait dugaan korupsi dalam impor gula, di mana Tom Lembong diduga terlibat dalam pengaturan impor yang merugikan negara.
Siapakah Thomas Lembong?
Tom Lembong adalah lawan Jokowi dan Prabowo, meskipun ia pernah bersekutu dengan Jokowi. Sebagai bagian dari tim kampanye pesaing Jokowi-Prabowo, Anies Baswedan, dalam pemilihan presiden 2024, Lembong mengkritik kebijakan hilirisasi Jokowi. Dalam beberapa kesempatan, dia juga menentang sejumlah Revisi Undang-Undang yang terburu-buru disahkan seperti Cipta Kerja, Ibu Kota Nusantara dan RUU Pilkada.
Lembong, yang juga dilaporkan menyusun beberapa pidato Jokowi yang terkenal, termasuk pidato “Winter is Coming” tahun 2018 yang yang mengingatkan kita pada serial TV “Game of Thrones”, akan diadili atas tuduhan korupsi dalam kasus impor gula yang kontroversial.
Pada Selasa, pengadilan menolak permohonan praperadilan Lembong yang menentang penangkapannya dan memutuskan ada cukup bukti untuk membawanya ke pengadilan hampir 10 tahun setelah dugaan pelanggaran tersebut.
Mengapa hal ini penting?
Indonesia beralih ke demokrasi pada tahun 1998 setelah lebih dari tiga dekade pemerintahan otoriter di bawah Suharto.
Pengamat politik dari Universitas Airlangga Ali Sahab mengatakan pemerintahan Jokowi selama ini telah berkontribusi dalam upaya membatasi ruang oposisi.
“Jika Prabowo di pemerintahannya mengikuti gaya Jokowi memberangus kritikus, jelas demokrasi kita akan turun, karena kebebasan berpendapat dan kontrol atas sistem politik sejatinya esensi dari demokrasi,” ujar dia kepada BenarNews.
Para pengamat demokrasi melihat kasus terhadap Lembong sebagai barometer potensial bagi arah demokrasi Indonesia di bawah pemerintahan Prabowo.
Seorang lulusan Harvard, pengusaha, dan mantan bankir investasi, Lembong menjabat Menteri Perdangan di era Jokowi pada tahun 2015 hingga 2016 dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal pada 2016-2019.
Mantan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull, dalam otobiografinya tahun 2020, memuji Lembong sebagai sosok yang berperan penting dalam ikatan erat yang dibangunnya dengan Jokowi, demikian laporan The Sydney Morning Herald bulan lalu.
Lembong kemudian berubah menjadi kritikus keras kebijakan Jokowi dan menjelang akhir tahun 2023 bergabung dengan tim kampanye calon presiden saat itu Anies Baswedan yang merupakan lawan kuat dari Prabowo yang maju sebagai kandidat didampingi Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi.
Para analis yakin bahwa kekritisan Lembong dan kedekatannya dengan Anies menjadikannya sasaran politis.
Tuduhan: Kejaksaan Agung telah menuduh Lembong memberikan izin untuk impor 105.000 ton metrik gula mentah melalui sebuah perusahaan swasta selama masa jabatannya sebagai Menteri Perdagangan (2015–2016), meskipun negara sudah memiliki surplus gula mentah. Keputusan ini diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp400 miliar.
Dalam sidang praperadilan, Lembong mengatakan bahwa dirinya secara konsisten berkonsultasi dengan Presiden Jokowi saat itu terkait kebijakan impor, termasuk impor gula.
Pengacara Lembong, Ari Yusuf Amir, mengatakan bahwa kasus jaksa penuntut umum tidak memiliki dasar untuk dilanjutkan, khususnya mempertanyakan sumber angka Rp400 miliar itu.
Ari menilai Kejaksaan Agung juga telah melakukan penipuan publik dalam kasus yang berkaitan dengan kebijakan Tom Lembong saat menjadi Menteri Perdagangan ini.
Sebab, kata dia, Kejaksaan Agung tak dapat menunjukkan audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan yang membuktikan Tom Lembong membuat negara merugi terkait kebijakan impor gula.
"Adapun pengakuan termohon yang menyatakan telah melakukan audit melalui BPKP sama sekali tidak terbukti di persidangan perkara a quo dan hal tersebut patut diduga adalah suatu bentuk penipuan publik," tegas Ari dalam sidang seperti dikutip CNN Indonesia.
"Pada faktanya, termohon tidak menunjukkan bukti hasil audit penghitungan kerugian negara atau perekonomian negara yang dilakukan BPKP dalam kegiatan importasi gula," imbuhnya.
Apa kata pakar? Pengamat politik Universitas Multimedia Nusantara Ambang Priyonggo mengungkapkan penangkapan Tom Lembong sulit dipisahkan dari motif politik. “Saya kira nuansa politis di balik penangkapan Tom Lembong memang tidak bisa dikesampingkan,” ujar dia kepada BenarNews.
Menurutnya, kesan itu mencuat mengingat kebijakan yang diambil Lembong saat menjabat turut juga dilakukan oleh menteri-menteri perdagangan lainnya.
“Jadi memang ada kesan tebang pilih,” ucap dia.
Ambang menilai Lembong menjadi sasaran karena ada kaitannya dengan upaya menggembosi potensi kekuatan politik Anies yang dapat menjadi ancaman pada pemilu 2029.
“Tom Lembong ini orang dekat Anies. Sementara sudah santer beredar, Anies dibantu dia akan mendeklarasikan ormas yang bisa juga bermetamorfosis jadi parpol,” jelas Ambang.
Menurut Ambang, Jokowi sendiri memiliki target untuk melanggengkan dinasti politiknya dalam pemilu mendatang.
“Ini menyangkut pilpres 2029 tentunya. Gibran tentu diproyeksikan untuk menjadi RI-1 (presiden),” jelasnya.
Selain itu, tutur dia, ada dugaan ini terkait kontestasi politik di pilkada Jakarta di mana dukungan Anies dalam pilkada memiliki pengaruh signifikan. Apalagi Pramono Anung dan Rano Karno yang didukung Anies memiliki potensi besar untuk menang Ridwan Kamil dan Suswono yang didukung oleh Jokowi.
“Penangkapan Tom Lembong ini semacam memberi pesan kepada kubu Anies,” jelas dia.
Namun demikian, dia menilai penangkapan ini lebih digerakkan oleh kekuatan pemerintahan Jokowi ketimbang pemerintahan Prabowo.
“Toh, orang-orang Gerindra sendiri juga sebenarnya mempertanyakan penangkapan ini karena dinilai tidak menguntungkan citra pemerintah sekarang di bidang penegakan hukum,” jelasnya.
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah juga mengamini penangkapan Tom Lembong tidak bisa dilepaskan dari kedekatannya dengan mantan calon presiden Anies Baswedan yang merupakan kritikus Presiden Joko Widodo dan Presiden Prabowo Subianto.
“Memang potensi ke situ ada. Tom Lembong kan dekat dengan capres 01. Dan, Tom Lembong juga lebih dekat ke PDIP,” ujar Trubus kepada BenarNews merujuk nomor urut Anies Baswedan dalam pemilihan calon presiden.
Seorang analis politik di Badan Riset dan Inovasi Nasional, Poltak Partogi Nainggolan, setuju, mengatakan bahwa membatasi penyelidikan hanya pada Lembong berisiko merusak kredibilitas pemerintahan Prabowo.
“Fakta-fakta yang muncul harus ditindaklanjuti, termasuk potensi pemeriksaan terhadap lima menteri perdagangan lainnya [setelah Lembong] yang diduga mengetahui praktik-praktik mencurigakan yang kini dicap sebagai korupsi,” ujarnya kepada BenarNews.
“Terus berlanjutnya praktik politik dan hukum represif [Jokowi] hanya akan menghambat terciptanya lingkungan yang kondusif bagi kemajuan ekonomi,” kata Partogi.
Apa kata pemerintah? Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menepis tudingan bahwa kasus tersebut bermotif politik.
"Untuk kasus Tom Lembong sama sekali kami tidak pernah ada maksud soal politik," kata Burhanuddin dalam rapat dengan DPR pada 13 November.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar Affandi menyatakan bahwa penyelidikan terhadap Lembong sudah dimulai pada Oktober 2023. Dalam kurun waktu satu tahun, kata dia, sebanyak 90 saksi sudah menjalani pemeriksaan.
Juru bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Ujang Komaruddin enggan berkomentar terkait kasus Tom Lembong. “Saya tidak bisa komentari hal ini,” kata dia kepada BenarNews.
Apa dampaknya bagi citra Indonesia? Menurut Trubus, jika kasus-kasus korupsi tidak ditangani dengan transparan dan adil, citra Indonesia di era Prabowo akan terdegradasi.
“Lembaga internasional biasanya akan menurunkan peringkat Indonesia, dan ini akan memengaruhi hubungan ekonomi dan politik Indonesia dengan negara lain," papar Trubus.
Trubus mempertanyakan jika kasus ini bukan bernuansa politik, seharusnya Kejaksaan Agung ataupun aparat hukum lainnya ikut memeriksa sejumlah Kementerian di kabinet pemerintahan Jokowi yang tersandung kasus hukum.
"Kita tidak bisa hanya berhenti pada Thomas Lembong saja. Banyak kasus besar yang melibatkan pejabat lain yang harus diselesaikan, seperti kasus korupsi haji di Kementerian Agama yang sudah berjalan lama," ujar Trubus.
Apa langkah selanjutnya: Dalam sebuah pernyataan yang ditulis tangan dan diterbitkan di media lokal, Lembong menyatakan kekecewaannya terhadap putusan praperadilan, namun ia berjanji untuk terus melanjutkan perjuangannya demi mencari keadilan.
"Tentunya kita kecewa atas keputusan PN Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan kita. Tuhan Allah memutuskan agar proses ini sebaiknya berlanjut dan saya menerima tugas ini dengan hati yang lapang," tulis Tom Lembong.
"Saya terus cinta Indonesia, dan niat saya semakin kokoh untuk mendedikasikan hidup saya bagi bangsa dan negara," tambahnya.