Ahok Dan Aktivis Desak Jokowi Selesaikan Kasus Kerusuhan 1998

Oleh Maeswara Palupi
2015.05.13
150513_ID_TRAGEDI_MEI_1998_700.jpg Warga sipil Indonesia membawa mahasiswa yang tewas ditembak oleh polisi anti huru hara, di Jakarta 14 Mei 1998.
AFP

Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan aktivis menyuarakan agar pemerintah menginvestigasi dengan seksama peristiwa kerusuhan anti etnis Tionghoa Mei 1998 yang telah merenggut lebih dari seribu nyawa.

"Bagi saya, itu (Kerusuhan Mei 1998) adalah kejadian yang mencoreng muka bangsa dan negara," katanya kepada wartawan di Jakarta tanggal 13 Mei.

Ahok, yang juga berlatar belakang etnis Tionghoa, mengatakan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengambil langkah konkrit untuk memenuhi janji pemilu untuk menginvestigasi tragedi Mei 1998 and mewujudkan keadilan bagi semua orang.

“Rakyat menunggu,” katanya sambil mengatakan bahwa kerusuhan Mei 1998 telah menelan ribuan korban.

Laporan Tim Relawan Kemanusiaan “Sujud di Hadapan Korban Tragedi Jakarta Mei 1998” menyatakan bahwa 1.217 orang tewas, 91 terluka dan 31 orang hilang dalam kerusuhan ini.

Tragedi Mei 1998 merupakan rangkaian kerusuhan nasional yang terjadi di berbagai daerah termasuk di Jakarta, Lampung, Solo, Surabaya, Medan dan Palembang.

Kerusuhan ini ditandai dengan sejumlah peristiwa termasuk krisis ekonomi yang berkelanjutan, pemilu 1997, penculikan aktivis, tewasnya mahasiswa Trisakti, serta konflik antara etnis tionghoa dan pribumi.

Negara berposisi lemah karena tidak mempunyai kekuatan untuk mengendalikan massa, sementara itu golongan elit terus bersaing sebagai penguasa. Soeharto lengser tanggal 21 Mei beberapa hari setelah kerusuhan terjadi.

Lengsernya Soeharto telah membawa demokrasi bagi Indonesia yang memungkinkan Jokowi menjadi sebagai Gubernur Jakarta dan Ahok sebagai wakilnya.

Setelah Jokowi terpilih menjadi Presiden tahun 2014 lalu, Ahok menjadi Gubernur Jakarta Pertama dari ethnis Tionghoa.

Ratusan Mahasiswa Trisakti melakukan aksi unjuk rasa dalam rangka peringatan "17 tahun Tragedi Mei 1998," di depan Istana Negara, tanggal 12 Mei bersama dengan kelompok aktivis meminta keadilan.

Diantaranya adalah Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan beberapa lembaga swadaya masyarakat lainnya.

“Adili Wiranto dan Prabowo,” kata salah seorang demonstran sambil membawa poster.

Komisi Nasional (Komnas HAM) telah menginvestigasi kasus ini pada tahun 1998 dan menemukan keterlibatan beberapa petinggi negara dalam tragedi Mei 1998. Termasuk keterlibatan Prabowo Subianto yang ketika itu menjabat sebagai Pangkostrad dengan pangkat Letjen, dan Wiranto, adalah atasannya, Panglima ABRI (Pangab) berpangkat jenderal.

Proses Hukum

Koordinator Kontras, Haris Azhar mengatakan proses penyelesaian kasus Trisakti harus lewat proses hukum, bukan rekonsiliasi.

"Pemerintah sebaiknya merujuk pada undang-undang pengadilan HAM. Saat ini hambatan kita bukan ketidakmampuan tetapi ketidakmauan pemerintah," kata Haris kepada BeritaBenar tanggal 13 Mei.

“Ini pertanggungjawaban terhadap rakyat dan upaya penegakan HAM,” katanya lanjut sambil menambahkan bahwa 31 orang yang hilang masih belum diketahui nasibnya.

Haris mengatakan dugaan keras keterlibatan beberapa petinggi negara  seperti mantan Jenderal Wiranto dan Prabowo harus diungkap.

“Tetapi berkas tersebut ditolak Kejaksaan Agung ketika itu,” ujar Haris.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 1999-2004 membentuk panitia khusus penyelidikan dan merekomendasikan agar kasus ini diteruskan ke pengadilan umum atau militer.

“Peradilan militer untuk kasus Trisakti digelar dua kali, tetapi keputusan tidak memuaskan banyak kalangan karena vonis dianggap ringan dan tidak menyentuh aktor utama,” ujar Haris.

Pembunuhan dan kekerasan seksual

Sekretaris Umum IKOHI Zainal Muttaqin menuturkan jika kasus ini tidak diselesaikan akan menjadi beban sejarah tiap tahunnya.

“Ini akan menghambat rekonsiliasi nasional," katanya.

Selain terjadi pembunuhan, Zainal mengatakan kekerasan seksual pada masa itu sulit diungkap karena kebanyakan korban khususnya perempuan bungkam.

“Ada 85 perempuan korban kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998,” katanya lanjut.

Pendirian prasasti sebagai peringatan

Ahok mengatakan pendirian Prasasti Mei 1998 di Taman Pemakaman Umum Pondok Ranggon, Jakarta Timur ini penting.

Di lokasi ini sekitar 113 korban yang tidak teridentifikasi dikubur secara massal.

Monumen ini diresmikan hari ini tanggal 13 Mei.

“Monumen ini mengingatkan kita bahwa kekerasan dan kerusuhan yang menyebabkan pertumpahan darah tidak perlu terjadi lagi,” katanya kepada BeritaBenar.

Pemerintah akan terus berupaya

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan bahwa pemerintah telah berusaha secara maksimal untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM Tragedi Mei 1998."Kami sadar ini belum bisa memuaskan semua pihak," kata JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta tanggal 12 Mei.

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan pihaknya sudah membahas penyelesaian kasus tersebut dengan beberapa pihak terkait.

“Kita sudah duduk bersama-sama Komnas HAM, Menteri Hukum dan HAM, Polri serta TNI, untuk bersama-sama mencari penyelesaian kasus ini,” kata Prasetyo, Selasa 12 Mei 2015.

Kami akan terus melakukan pengusutan bersama.

“Kalau tidak diselesaikan sekarang kapan lagi,” ujarnya.

Aditya Surya memberikan kontribusi dalam artikel ini

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.