Tujuh Remaja Pemerkosa Dihukum 10 Tahun Penjara
2016.05.10
Jakarta

Majelis hakim Pengadilan Negeri Curup di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, Selasa, 10 Mei 2016, menjatuhkan hukuman masing-masing 10 tahun penjara terhadap tujuh pelaku pemerkosaan dan pembunuhan seorang remaja 14 tahun pada awal April lalu.
Persidangan selama sekitar 90 menit yang mendapat pengawalan ketat dari ratusan polisi dan perhatian besar publik itu dipimpin hakim ketua Herny Farida didampingi hakim anggota Hedra Sumardi dan Fakhrudin.
"Ketujuh terdakwa secara sah dan meyakinkan secara bersama-sama melakukan tindak pidana kekerasan seksual yang berakibat hilangnya nyawa korban YY, maka majelis hakim menghukum para terdakwa dengan pidana penjara selama sepuluh tahun ditambah hukuman pembinaan sosial selama enam bulan," ujar Herny dalam amar putusannya.
Saat mendengarkan amar putusan, ketujuh terdakwa hanya menundukkan kepala mereka. Identitas mereka adalah D alias J (17), A (17), FS (17), S (17), DI (17), EG (16), dan S (16) yang juga kakak kelas korban di sebuah sekolah menengah pertama (SMP) di Bengkulu.
Karena para terdakwa masih di bawah umur, beberapa kali persidangan sebelumnya digelar tertutup. Tetapi, pembacaan amar putusan dilaksanakan terbuka. Dalam persidangan sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut mereka untuk dihukum 10 tahun penjara.
Menanggapi putusan itu, kuasa hukum para terdakwa, Gunawan, yang ditanya para wartawan menyatakan bahwa untuk sementara para terpidana dan keluarga mereka masih pikir-pikir apakah akan banding atau menerima vonis dari majelis hakim.
Polisi sebelumnya menyatakan, pelaku pemerkosaan dan pembunuhan YY berjumlah 14 orang. Berkas lima tersangka lain adalah TW (19), S (19), B (20), F (19), dan Z (23) masih ditangani polisi. Aparat keamanan juga sedang memburu dua pelaku lain yang masih buron.
Seperti diberitakan sebelumnya, korban sedang berjalan kaki pulang dari sekolah pada 2 April ketika dicegat para pelaku yang sedang mabuk akibat minum tuak. Lalu mereka memperkosa korban secara bergiliran.
Korban kemudian dipukul hingga meninggal dunia. Tubuhnya dengan kedua tangan terikat ditemukan pada tanggal 4 April di dasar jurang saat seseorang yang melintas mencium bau menyengat dari jenazah korban.
Sudah sesuai
Keputusan majelis hakim itu ditanggapi Adriana Venny Aryani, seorang Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dengan menyatakan bahwa hukuman tersebut sudah tepat.
“Karena pelakunya masih di bawah umur, sanksinya maksimal memang 12 tahun. Tidak bisa disamakan hukuman terhadap orang dewasa yang bisa sampai seumur hidup,” ujarnya kepada BeritaBenar.
“Penjatuhan vonis harus dipertimbangkan juga karena pelaku masih anak-anak dan punya masa depan. Menurut saya, vonis itu sudah sesuai,” tambahnya.
Pemerintah siapkan Perppu
Pada hari yang sama, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, memimpin rapat koordinasi yang membahas masalah maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak di tanah air.
Dalam rapat yang dihadiri beberapa menteri, pemerintah berjanji akan menyiapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) yang memuat hukuman tambahan bagi pelaku kekerasan seksual.
"Substansinya, Perppu membicarakan pertimbangan adanya hukuman tambahan kebiri kimia untuk pelaku kekerasan seksual," ujar Puan usai rapat yang digelar di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, seperti dikutip dari kompas.com.
Perppu itu, lanjut dia, akan memuat rencana pemerintah menyediakan rehabilitasi bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
"Dalam masa hukuman tersebut pelaku diberikan rehabilitasi sehingga tidak mengulangi hal tersebut dan kembali ke jalan yang benar," tutur Puan.
Untuk hukuman seumur hidup atau mati, Puan mengatakan akan ada rapat lanjutan yang membahas secara detail dengan Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat.
Tidak setuju
Tetapi, Komnas Perempuan menyatakan tak setuju atas usulan penjatuhan hukuman kebiri. “Kami setuju dengan hukuman seberat-beratnya, tapi bukan yang melanggar hak asasi manusia. Hukuman kebiri melanggar hak asasi manusia, apalagi jika pelakunya anak-anak,” ujar Adriana.
“Kami tidak setuju dengan Perppu yang mengakomodir rencana hukuman kebiri bagi pelaku pemerkosaan. Kami mendukung bentuk hukuman lain yang lebih manusiawi dan anti-penyiksaan,” tambahnya.
Dia menjelaskan Komnas Perempuan tengah memperjuangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual agar menjadi prioritas Program Legislasi Nasional 2016. Saat ini, RUU tersebut masih ada dalam daftar tambahan Prolegnas di parlemen.
“Kami terus melakukan pendekatan pada Dewan Perwakilan Rakyat untuk memberi pemahaman kepada anggota parlemen. Karena memang tidak mudah bagi mereka memahami bentuk-bentuk kekerasan seksual yang ada 15 jenis,” jelas Adriana.