Uighur Terakhir di MIT Tewas Ditembak di Poso
2016.08.17
Palu

Ibrohim, yang merupakan satu-satunya militan etnis Uighur, Xinjiang, China, yang tersisa dalam kelompok Mujahidin Indonesia Timur (TIM), tewas dalam baku tembak dengan Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tinombala di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng), Rabu, 17 Agustus 2016.
Kapolda Sulteng, Brigjen. Rudy Sufahriadi, mengatakan baku tembak bermula dari patroli rutin yang digelar tim Satgas di Pegunungan Padopi, Desa Kilo, Kecamatan Poso Pesisir Utara. Tim Satgas yang melakukan penyisiran di sekitar pegunungan memergoki dua pria tidak dikenal.
Satgas meneriakkan sandi operasi, namun dua orang yang tidak lain adalah anak buah Santoso alias Abu Wardah membalas dengan tembakan dan lemparan bom rakitan jenis lontong, sehingga terjadi kontak senjata selama beberapa saat.
"Satu dari dua anggota MIT terkena tembakan dan tewas di tempat, sedangkan seorang lagi melarikan diri bersama satu pucuk senjata laras panjang organik jenis M-16," terang Rudy kepada wartawan.
Ia menambahkan pasukan keamanan kini masih terus memburu anggota MIT yang lolos dari kontak senjata itu.
"Dari informasi anggota di lapangan berdasarkan hasil pengecekan bahwa anggota MIT yang tewas bernama Ibrohim asal Uighur dan barang bukti yang ditemukan berupa bom rakitan jenis lontong yang tak meledak dan beberapa selongsong amunisi," tambahnya.
Hingga Rabu sore, jenazah Ibrohim masih dievakuasi dari TKP. Sesuai rencana, jenazah Ibrohim akan dibawa ke Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Palu untuk proses identifikasi lebih lanjut.
Ibrohim merupakan pengikut MIT dari Uighur yang sudah dimasukkan ke dalam DPO. Ia bergabung ke MIT pertengahan 2015 lalu bersama lima rekannya yang sudah lebih dulu tewas dalam beberapa kali kontak senjata sebelumnya.
Suku Uighur, etnis minoritas di China yang menganut agama Islam, dilaporkan mendapatkan tekanan dari pemerintah negara tersebut dalam menjalankan ibadah dan budaya mereka.
Menurut Rudy, Ibrohim dan lima rekannya asal Uighur itu pernah terlibat beberapa aksi teror di Poso, termasuk pembunuhan dua petani di Parigi Moutong September tahun lalu.
Hingga kini, kekuatan MIT terus melemah setelah pimpinan mereka Santoso tewas dalam baku tembak dengan pasukan keamanan pada 18 Juli lalu. Jumlah militan MIT yang masih bertahan di hutan dan pegunungan Poso tersisa 14 orang, termasuk dua perempuan.
"Kekuatan senjata mereka juga sudah makin melemah, di mana berdasarkan informasi intelejen hanya tersisa lima senjata laras panjang organik, beberapa senjata rakitan, dan beberapa buah bom rakitan," jelas Rudy.
Imbau menyerahkan diri
Gubernur Sulteng Longki Djanggola mengimbau sisa-sisa MIT agar menyerahkan diri daripada mati konyol.
Operasi keamanan di Poso, menurut dia, akan terus dilakukan untuk mengungkap dan menuntaskan kelompok bersenjata yang disebut telah berafiliasi ke Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) itu.
"Saya sudah bicara langsung dengan Bapak Kapolri soal kelanjutan operasi di Poso. Dan operasi akan terus dilakukan hingga seluruh pengikut MIT yang masih bersembunyi di Poso tertangkap," tegas Longki.
Sementara itu Kapolda Sulteng minggu lalu telah menggandeng Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melalui pembentukan Tim 13, yang bertugas untuk membujuk sisa MIT untuk menyerahkan diri. Sesuai namanya, tim itu terdiri dari 13 tokoh masyarakat dari berbagai latar belakang yang memfokuskan pada penanganan kasus konflik di Poso.
Dua bom ditemukan
Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP Hari Suprapto menyatakan bahwa tim Satgas Operasi Tinombala, Minggu lalu, menemukan dua bom rakitan jenis lontong milik MIT di hutan dan pegunungan Tamanjeka, Desa Masani, Kecamatan Poso Pesisir.
"Bomnya setelah diperiksa aktif, oleh (karena)nya kita akan ledakkan," katanya.
Menurut Hari, penemuan bom itu berdasarkan pengakuan Samil alias Nunung, anggota MIT yang menyerahkan diri. Dari keterangan Samil itu kemudian dikembangkan hingga tim Satgas menemukan dua bom lontong, yang ditanam di tengah hutan.
Bom lontong adalah bom rakitan andalan MIT yang sering digunakan dalam serangkaian aksi teror di Poso dan Palu. Selain bom lontong, ada juga bom rakitan jenis rantang dan granat yang diproduksi MIT.