Ulama Perempuan: Wajib Mencegah Pernikahan Anak

Kekerasan seksual dengan segala bentuknya adalah haram baik di luar maupun di dalam pernikahan, karena melanggar hak asasi manusia yang dijamin oleh Islam.
Ismira Lutfia Tisnadibrata
2017.04.27
Cirebon
170427_ID_Kupi_1000.jpg Dari kiri : KH Husein Muhammad, tokoh ulama Cirebon; Nyai Hj. Masrivah Amva, pimpinan Ponpes Kebon Jambu; GKR Hemas, Wakil Ketua DPD; Menteri Agama Lukman Saifuddin; dan Nyai Hj. Badiyah Fayyumi dalam upacara penutupan KUPI 2017 di Cirebon, Jawa Barat, 27 April 2017.
Ismira Lutfia Tisnadibrata/BeritaBenar

Ulama perempuan Indonesia sepakat menyatakan bahwa wajib hukumnya bagi mereka mencegah pernikahan anak dan merekomendasikan kepada negara untuk mengubah aturan dalam Undang-undang Nomor 1/1974 tentang Perkawinan mengenai batas minimal seorang perempuan boleh menikah dari 16 tahun menjadi 18 tahun.

“Kami menghasilkan keputusan musyawarah keagamaan tentang perkawinan anak, dimana pencegahan perkawinan anak yang menimbulkan mudarat kita nyatakan hukumnya wajib, dan semua pihak wajib melakukan segala hal yang mengarah pada upaya minimalisasi upaya kemudaratan ini,” ujar Badriyah Fayumi, ketua panitia pengarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) 2017 kepada wartawan usai penutupan kongres di Pesantren Kebon Jambu Al Islamy, Cirebon, Jawa Barat, Kamis, 27 April 2017.

Mereka juga merekomendasikan negara untuk memastikan penegakan hukum bagi aparatur negara yang terlibat dalam permalsuan identitas anak yang mendorong terjadinya perkawinan anak dan agar instansi pemerintah di berbagai tingkat tidak mengurus dan mencatatkan secara legal praktik pernikahan anak.

Menteri Agama Lukman Saifuddin, yang hadir untuk menutup kongres, menyambut baik rekomendasi tersebut dan mengatakan bahwa sebelumnya gugatan untuk menaikkan batas usia minimal perempuan menikah di Indonesia telah ditolak Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2015.

Menurut Lukman, MK menolak uji materi karena perubahan itu merupakan wewenang legislatif dan khawatir bila dikabulkan, dapat menjadi preseden kalau ada kebutuhan baru untuk meningkatkan lagi batas usia menikah.

Lukman juga mengatakan bahwa pemerintah punya hak untuk menginisiasi perubahan undang-undang.

“Saya secepatnya nanti akan berkomunikasi dengan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, untuk melakukan peninjauan ulang ini,” ujarnya.

Lukman juga mengingatkan ulama perempuan untuk dapat memberikan rumusan lebih kongkrit tentang hal ini karena ada kasus-kasus tertentu dalam pernikahan anak yang harus diakomodasi, tanpa mengelaborasinya lebih lanjut.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gusti Kanjeng Ratu Hemas, yang juga hadir dalam upacara penutupan, berharap rekomendasi KUPI dapat diimplementasikan oleh Kementerian Agama dan disukseskan oleh para santri serta ulama perempuan.

Para santriwati Pondok Pesantren Kebon Jambu tampil pada penutupan KUPI di Cirebon, Jawa Barat, 27 April 2017. (Ismira Lutfia Tisnadibrata/BeritaBenar)

Kekerasan seksual

Dua keputusan musyawarah keagamaan lain yang dihasilkan adalah kecaman terhadap kekerasan seksual serta kesadaran untuk menjaga kelestarian alam.

Ulama perempuan menyatakan kekerasan seksual dengan segala bentuknya adalah haram baik di luar maupun di dalam pernikahan, karena melanggar hak-hak asasi manusia yang dijamin oleh Islam.

Mereka juga merekomendasikan kepada para tokoh agama untuk berpihak pada korban dengan tidak membiarkan terjadinya kriminalisasi, stigmatisasi, pengucilan, pengusiran, terhadap korban, terutama tidak membiarkan korban dinikahkan dengan pelakunya. Ulama juga diminta untuk menyebarluaskan tafsir dan teks keagamaan yang berperspektif keadilan jender.

Selanjutnya sehubungan dengan lingkungan hidup, Badriyah menyatakan perlunya penghentian eksploitasi terhadap alam.

“Kita meminta negara untuk menghentikan segala bentuk praktik pemanfaatan sumber daya alam atas nama pembangunan sekalipun ketika itu merusak ekosistem dan mengganggu kehidupan kemanusiaan khususnya perempuan,” ujar Badriyah, yang juga dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Lukman mengatakan ulama perempuan melalui kongres telah berhasil memperjuangkan keadilan melalui kesadaran peran dan relasi hubungan laki-laki dan perempuan karena ini adalah isu yang selalu ada serta memiliki tingkat urgensi dan relevansi yang semakin tinggi.

“Karena terkadang bahkan seringkali ayat-ayat suci karena satu dan lain hal, karena pemahaman kita yang terbatas, ikut mempengaruhi aspek ini,” ujarnya.

“Kongres ini telah berhasil meneguhkan sekaligus menegaskan bahwa moderasi Islam harus senantiasa kita kedepankan. Islam yang moderat, Islam yang rahmatan lil alamin, Islam yang tidak menyudutkan posisi dan kedudukan perempuan.”

Masrivah Amva, pemilik pondok pesantren Kebon Jambu yang jadi tuan rumah kongres pertama kali diadakan di Indonesia ini dan diyakini juga di dunia, mengatakan sangat puas dengan hasil kerja keras selama ini untuk menyelenggarakan kongres tersebut.

“Kerja keras kami berbuah sangat baik dan di luar harapan dan aspirasi kami didengar,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Masrivah, yang membangun dan mengelola pesantren seorang diri di tengah budaya patriarkis setelah suaminya meninggal dunia, mengatakan selama persiapan, mereka banyak ditentang karena dianggap tidak ramah laki-laki atau mau menggantikan peran ulama laki-laki.

“Kongres ini terbukti ramah dan semua bisa datang bahkan pengamat asing,” ujarnya, sambil menambahkan para nyai – sebutan untuk ulama perempuan – yang sudah senior juga sempat meragukan walau akhirnya berubah pendirian setelah mereka dilibatkan dalam penyelenggaran acara.

KUPI diselenggarakan bersama oleh Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon dan the Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia.

Sebelumnya pada Selasa, mereka menyelenggarakan seminar internasional sebagai acara pra-kongres di kampus IAIN Syekh Nurjati untuk memberikan tempat bagi para pengamat asing berbagi pandangan dan pengalaman mereka.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.