Pemerintah Sambut Rencana Relokasi Perusahaan AS dari Cina
2020.05.19
Jakarta

Pemerintah Indonesia menyambut antusias rencana relokasi perusahaan Amerika Serikat (AS) dari Cina, meski langkah tersebut belum dijelaskan secara detail, sementara pakar dunia usaha mengingatkan regulasi yang carut-marut bisa menjadi penghambat datangnya investor asing.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengaku sudah diminta pemerintah pusat untuk menyiapkan sejumlah lahan untuk mendukung rencana relokasi, namun dirinya belum mengetahui perihal perusahaan apa yang akan dibangun di situ.
“Saya sudah dikontak oleh pemerintah pusat. Kami sudah ada beberapa tempat untuk dipilih calon investor,” kata Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, kepada BenarNews.
“Saya belum tahu detail perusahaannya apa. Itu baru pembicaraan antara Pak Presiden dengan Pak Trump,” tambahnya.
Ganjar menyebut salah satu lahan yang akan disiapkan berada di kawasan industri Kabupaten Brebes. Kawasan tersebut memiliki luasan hingga 4.000 hektare, terluas dibandingkan kawasan industri lainnya di Jawa Tengah.
“Intinya kami sudah menyiapkan beberapa tempat untuk dipilih calon investor dari mana saja,” ucap Ganjar seraya menambahkan bahwa pihaknya juga akan memudahkan perizinan bagi investor asing yang hendak menanamkan modalnya di Jawa Tengah.
Sementara itu, Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Jodi Mahardi, menyatakan rencana relokasi pabrik-pabrik AS dari Cina ini tengah dibicarakan antara Menko Luhut Binsar Pandjaitan dengan U.S. International Development Finance Corporation (DFC).
“Sekarang masih pembicaraan G-to-G antara Pak Menko dengan CEO IDFC, Adam Boehler,” kata Jodi, saat dikonfirmasi, Selasa (19/5).
Boehler berkunjung ke Indonesia pada Januari dan berdiskusi soal rencana investasi AS yang jumlahnya miliaran dolar.
DFC merupakan bagian dari Overseas Private Investment Corporation (OPIC) dan Development Credit Authority (DCA), di bawah United States Agency for International Development (USAID). Modal yang terhimpun dalam DFC saat ini mencapai US$ 60 miliar.
DFC tidak langsung merespons pertanyaan sehubungan dengan rencana relokasi perusahaan AS ke Indonesia. Perwakilan media dari lembaga tersebut hanya mengatakan bahwa DFC secara aktif bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk mendukung perkembangan ekonomi dan infrastruktur di Indonesia.
“Kami melihat potensi besar untuk menumbuhkan kerjasama strategis Indonesia-Amerika, termasuk dengan memperluas perdagangan dan investasi dua arah,” kata Laura Allen, juru bicara pers DFC kepada BenarNews, Rabu (20/5).
Rencana hengkangnya perusahaan AS dari Cina pertama kali disampaikan Luhut dalam sebuah diskusi bersama Radio Republik Indonesia (RRI), pekan lalu.
Luhut mengatakan, dalam pembicaraan telepon antara Jokowi dengan Trump pada 25 April 2020, terselip percakapan perihal opsi relokasi sejumlah pabrik AS dari Cina ke Indonesia. Salah satu pabrik yang disebut akan pindah tersebut bergerak di bidang farmasi.
“Kami baru sadar kalau kita perlu obat-obatan. Farmasi kita 90 persen impor,” kata Luhut, pekan lalu.
“Saya diminta Presiden untuk bicara dengan pembantu Presiden Trump,” kata Luhut, “sekarang itu ada 4000 hektare mau bikin di Jateng special economy zone untuk pharmaceutical industry.”
Belum jelas
Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Sanny Iskandar menyatakan telah meminta pengelola PT Kawasan Industri Wijayakusuma (Persero) menyusun masterplan pengembangan lahan seluas 4.000 hektare di Brebes untuk menyambut rencana relokasi.
“Tapi ini masih betul-betul persiapan awal. Banyak hal yang belum jelas, terutama soal berapa besar investasinya,” kata Sanny melalui sambungan telepon.
“Kita juga perlu tahu struktur komposisi permodalannya seperti apa, karena sebagian besar lahan ini adalah milik pemerintah,” tambahnya.
Menurut Sanny, komposisi kepemilikan lahan pada kawasan tersebut terdiri dari Kementerian BUMN sebanyak 51 persen, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebanyak 40 persen, dan Pemerintah Kabupaten Cilacap sebanyak 8 persen.
Tantangan regulasi
Direktur Pelaksana Kamar Dagang Industri Amerika Serikat di Indonesia (American Chamber of Commerce), Lin Neumann, mengaku pihaknya sudah sering membahas perihal peluang ekspansi industri farmasi AS di Indonesia dengan pemerintah.
Namun, pembicaraan masih sulit terealisasi karena terhalang sejumlah regulasi. “Industri farmasi memiliki potensi besar di Indonesia, tetapi ada tantangan dalam hal rantai pasokan dan kekayaan intelektual,” kata Neumann kepada BenarNews.
Amcham, sambung Neumann, tak meragukan keinginan Pemerintahan Jokowi untuk menggaet lebih banyak investor asing ke dalam negeri, namun hal tersebut harus diikuti dengan komitmen yang kuat dalam mereformasi sejumlah regulasi yang menghambat.
“Bukan rahasia lagi Vietnam telah menarik bagian yang lebih besar dari investasi AS yang pindah dari Cina ke Asia Tenggara. Indonesia harus bisa lebih kompetitif dengan reformasi regulasi di banyak bidang, termasuk standar upahnya,” katanya.
Neumann mengaku belum mendengar perihal relokasi perusahaan farmasi AS dari Cina ke Indonesia, seperti yang terungkap dalam pembicaraan Jokowi dan Trump.
“Saya belum dengar langsung tapi akan segera menghubungi Menteri Luhut untuk informasi lebih lanjut,” tukasnya.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Andree Surianta mengatakan rencana relokasi perusahaan AS ke Indonesia adalah kesempatan penting bagi pemerintah untuk tetap menjaga iklim investasi di tengah pandemi seperti saat ini.
“Ini menjadi berita baik bagi Indonesia, tapi kita harus ingat juga bahwa ada 33 perusahaan yang hengkang dari Cina pada tahun lalu tidak ada yang mampir ke Indonesia. Artinya ada lanskap peraturan Indonesia yang kompleks menghalangi investor masuk,” kata Andree.
Andree menyoroti banyaknya peraturan menteri dan daerah terkait investasi sehingga menimbulkan tumpang tindih kewenangan di lapangan.
Riset yang dimiliki CIPS menunjukkan saat ini terdapat lebih dari 15.000 peraturan menteri di Indonesia yang berkaitan dengan usaha. Sebagian besarnya kemungkinan masih berlaku karena dikeluarkan dalam sepuluh tahun terakhir.
Pemerintah berencana untuk memangkas sejumlah regulasi melalui Rancangan Undang-undang (RUU) omnibus, namun pembahasannya terutama untuk klaster ketenagakerjaan ditunda karena beberapa klausulnya ditentang banyak pihak.
Ika Inggas di Washington DC turut berkontribusi dalam artikel ini.