UU Konservasi Lemah Hadapi Perdagangan Satwa Liar
2018.05.02
Jakarta

Upaya penegakan hukum terhadap perburuan dan perdagangan satwa liar dilindungi di Indonesia dinilai lemah padahal kejahatan itu menempati posisi ketiga setelah narkoba dan perdagangan manusia.
Kepala Satuan Tugas Sumber Daya Alam (Satgas SDA) Kejaksaan Agung, Ricardo Sitinjak, mengatakan penyebab utama lemahnya penegakan hukum karena ancaman pidana dalam Undang-Undang No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (UU KSDAHE) masih rendah sehingga tidak membuat jera para pelaku.
Padahal, katanya, bisnis ilegal satwa liar di Indonesia mendatangkan keuntungan besar bagi para pemainnya.
"Harga satwa yang diperdagangkan bisa mencapai miliaran rupiah. Tapi denda dalam UU KSDAHE hanya Rp100 juta," katanya kepada BeritaBenar di Jakarta, Selasa, 1 Mei 2018.
Ricardo menambahkan laporan dari Pusat Penelusuran dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), nilai transaksi bisnis ilegal satwa liar mencapai lebih Rp13 trilliun per tahun.
Dalam undang-undang itu, ancaman pidana bagi pelaku perburuan dan perdagangan satwa liar adalah maksimal lima tahun penjara dan denda maksimal Rp100 juta.
Ricardo mengatakan, kenyataan di lapangan kerap berkata lain. Banyak putusan yang dijatuhkan pengadilan tergolong ringan, bahkan sejumlah hukuman di bawah setahun penjara.
"Supaya ada efek jera revisi diperlukan karena UU itu sudah tertinggal dan hukumannya ringan. Harus diperberat,” jelasnya.
187 Kasus
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menangani 187 kasus perdagangan satwa liar selama tiga tahun terakhir.
Total sitaan mencapai 10 ribu item yang meliputi satwa liar awetan sebanyak 117 ekor, 213 karung kerapas kura-kura, 248 kilogram sisik trenggiling, dan 6.168 lembar kulit reptil.
Selain itu, terdapat bagian tubuh satwa berupa 366 buah kepala, tanduk, kuku, serta 14 lembar kulit dari harimau, macan tutul, dan beruang serta 66 potongan tanduk rusa.
"Kejahatan satwa liar memiliki nilai ekonomi tinggi. Nilai konservasi dan lingkungannya tidak bisa diukur secara ekonomi karena sangat berharga," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani.
Secara teknis, kata dia, pihaknya terus memperkuat upaya pemberantasan kejahatan tumbuhan dan satwa yang dilindungi.
KLHK memperkuat sistem pemantauan dan intelijen berbasiskan teknologi informasi, termasuk pemantauan secara daring melalui cyber patrol serta membangun sistem pemantauan kerawanan keamanan hutan (Spartan).
KLHK pada 30 April lalu memusnahkan delapan truk satwa hasil sitaan berasal dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat, BKSDA Jakarta, serta Ditjen Penegakan Hukum KLHK.
Darurat
Sementara itu, Program Manager untuk Wildlife Conservation Society (WCS)-Indonesia, Sofi Mardiah, mengatakan bahwa Indonesia kini berada dalam kondisi darurat keanekaragaman hayati.
Revisi UU KSDAHE yang tengah bergulir di DPR diharapkan bisa memperberat sanksi bagi pelanggar.
Apalagi kasus-kasus kematian dan perdagangan satwa dilindungi, menurutnya, semakin meningkat dan meresahkan publik.
"Penyelesaian kasus-kasus itu semakin sulit ditanggulangi dengan UU KSDAHE. Ancaman pidana yang rendah membuat undang-undang ini tidak bergigi untuk membuat jera para pelakunya," ujar Sofi kepada BeritaBenar.
Salah satu yang berkembang, tambahnya, adalah perdagangan satwa dilindungi secara daring, di mana dalam enam bulan terakhir ada 532 posting di internet yang terindikasi ilegal.
Kasubdit I Direktorat Tipiter Bareskrim Polri, Kombes Adi Karya Tobing, membenarkan perdagangan ilegal satwa liar kerap terjadi melalui media sosial (medsos).
“Pelakunya memakai akun anonim sehingga agak menyulitkan pelacakan. Banyak yang menggunakan modus lebih canggih melalui media sosial," katanya.
Revisi UU
Revisi UU KSDAHE telah disuarakan masyarakat sipil yang tergabung dalam Kelompok Kerja Konservasi (Pokja Konservasi) sejak 2015 dan pembahasannya telah masuk dalam Prolegnas tahun ini.
Selama 2015-2017, sudah dilakukan proses konsultasi publik dengan DPR. Pembahasan juga dilakukan dengan pemerintah yang menerima masukan berbagai pihak, termasuk kalangan masyarakat sipil.
Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Henri Subagiyo, menegaskan DPR harus segera menuntaskan pembahasan RUU KSDAHE, tahun ini.
Dia berpendapat bila revisi UU KSDAHE berhasil dituntaskan, Indonesia akan terbantu untuk mempercepat capaian target Convention on Biological Diversity dan Protokol Nagoya 2.
Dalam dua kesepakatan itu, Indonesia turut serta menyepakati dan berkomitmen untuk mengkonservasi keragaman hayati.
"Sangat disayangkan tidak ada kejelasan bagaimana masukan ini ditindaklanjuti," kata Henri.
Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto yang dikonfirmasi menyatakan revisi UU KSDAHE akan tetap dilanjutkan dan pihaknya sudah menerima audiensi Pokja Konservasi pertengahan April lalu.
"Kita akan fokus melanjutkan revisi karena UU itu sangat berguna bagi perlindungan terhadap sumber alam hayati," ujarnya singkat.