Sebagian Warga Bangladesh Terdampar di Aceh Menolak Dipulangkan
2015.05.29
Pemerintah Indonesia berencana mendeportasi lebih dari 800 warga Bangladesh yang terdampar bersama hampir 1.000 pengungsi Rohingya, Myanmar, dalam tiga perahu kayu di Provinsi Aceh.
Tapi, sebagian migran Bangladesh yang ingin mencari pekerjaan di Malaysia menolak pulang ke negaranya.
Pasalnya mereka telah menempuh perjalanan berbulan-bulan di laut, dianiaya dan membayar mahal ke penyeludup manusia.
Kepala Dinas Sosial Aceh, Al Hudri, menyebutkan bahwa pemulangan migran ilegal Bangladesh yang kini ditampung di sejumlah lokasi di Aceh bagian utara dan timur akan dilakukan secara bertahap.
“Dalam waktu dekat, mereka dipindahkan ke Medan, ibukota Sumatera Utara, sambil menunggu proses pemulangan ke Bangladesh,” jelasnya kepada BeritaBenar di Banda Aceh, Jumat, 29 Mei.
Menurut Hudri, Duta Besar Bangladesh untuk Indonesia, MD Nazmul Quaunine telah mengunjungi warga negaranya seminggu setelah diselamatkan oleh nelayan Aceh.
“Tapi sampai hari ini belum ada kepastian jadwal pemulangan mereka. Pihak Imigrasi dan Pemerintah Pusat akan menentukan kapan pemulangan mulai dilakukan,” ungkap Hudri.
“Tidak ada alasan mereka tak dideportasi karena mereka migran ekonomi.”
Tidak mau dipulangkan
Beberapa warga Bangladesh yang diwawancara BeritaBenar pada 26 Mei menyatakan tidak bersedia dipulangkan ke negaranya karena tak ada harapan hidup.
Mereka ingin Pemerintah Indonesia memberi kesempatan bekerja atau tetap pergi ke Malaysia.
Muhammad Tourizar Rahman (25), warga Bangladesh yang bersama 246 migran kini ditampung di bekas kantor Imigrasi Lhokseumawe di Desa Punteut, mengaku dia telah menjual semua hartanya untuk dapat berangkat ke Malaysia dengan perahu kayu setelah membayar agen sekitar $ 3.000 AS.
“Saya tidak mau pulang ke Bangladesh karena saya tidak bisa mendapatkan uang di sana,” katanya.
“Saya ingin pergi ke negara apa saja untuk bekerja.”
Sebelum meninggalkan Dhaka tiga bulan lalu, agen menjanjikan pekerjaan sebagai buruh perkebunan di Malaysia dengan gaji sekitar $ 640 AS per bulan. Pendapatannya sebulan sebagai cleaning service di Dhaka hanya $ 64 AS.
Merasa ditipu
Para migran Bangladesh mengaku kapok karena ditipu agen yang menjanjikan pekerjaan, namun faktanya dibuang di laut.
Abdul Motin (42) pernah bekerja delapan tahun di Arab Saudi dan tiga tahun di Dubai sebelum menikah menyatakan bahwa dia meninggalkan istri dan tiga anaknya di daerah Sylhet, Bangladesh, untuk mengadu nasib di Malaysia.
“Agen mengambil semua uang saya. Mereka telah menipu saya. Saya bersedia pulang untuk bertemu istri dan ketiga anak saya. Saya benar-benar kapok pergi secara ilegal,” katanya sambil memperlihatkan bekas luka goresan pada punggungnya akibat dipukul saat berada dalam perahu.
Agen yang membawa Motin berjanji perjalanan ke Malaysia hanya ditempuh empat hari. Kenyataannya mereka tiba di perairan Aceh setelah perjalanan berat hampir dua bulan.
Diculik, lalu dilarung ke laut
Di antara warga Bangladesh yang terdampar di Aceh tak semuanya pergi atas inisiatif sendiri. Beberapa dari mereka yang ditemui BeritaBenar mengaku korban penculikan.
Muhammad Malik (45) adalah seorang petani miskin yang jauh dari laut. Dia tinggal bersama istri dan tiga anak mereka di rumah gubuk. Untuk membiayai keluarganya, Malik menanam padi di sepetak tanah 30 meter persegi.
Awal Februari lalu, ia bertemu seseorang dan sempat mengeluhkan sulitnya mendapat uang di Bangladesh. Orang tersebut mengatakan bahwa dia memiliki teman yang bisa membawa Malik ke Malaysia.
Mendapat iming-iming gaji lumayan besar dibanding pendapatannya, Malik tergiur. Apalagi dia sebelum menikah 15 tahun lalu pernah bekerja sebagai buruh bangunan di Malaysia selama delapan tahun.
Malik diantar ke gudang dekat pantai. Di situ telah ada 14 orang migran yang juga dijanjikan bekerja di Malaysia. Lalu, mereka dipaksa naik sebuah perahu kecil. Setelah dua jam perjalanan ke tengah laut, Malik ditransfer ke perahu lebih besar.
Sepekan sebelum terdampar di perairan Aceh, kapten perahu memaksa Malik menelpon istrinya, Runa Beghum (35). Di bawah todongan pistol, kapten memerintahkan Malik agar meminta istrinya mentransfer uang $ 3.000.
“Sambil menangis, saya bilang pada istri bahwa mereka akan membunuh saya. Kalau kamu sayang saya dan masih ingin bertemu dengan saya, segera jual dua lembu yang kita punya. Jika uangnya tidak cukup, cepat pinjam sama keluarga,” tutur Malik.
Dua hari kemudian, abang istrinya mentransfer uang seperti dituntut ke rekening yang diberikan oleh kelompok mafia penyeludup manusia.
Nasib tragis juga dialami Absaruddin (14), anak Bangladesh yang ditampung di Kuala Langsa, setelah diselamatkan nelayan Aceh, 15 Mei.
Pelajar madrasah di Kota Teknaf, Bangladesh, diculik sejumlah orang saat ia dan tiga temannya sedang bermain. Para penculik memaksa mereka ikut sambil mengancam akan membunuh bila melawan.
“Mereka mengikat kami dengan tali. Mereka memukul kami. Lalu mereka bawa kami naik perahu kecil. Ketika sudah dalam perahu yang besar di tengah laut, saya lihat ratusan Rohingya dan Bangladesh,” katanya saat ditemui di tempat penampungan Kuala Langsa, 23 Mei.
Absaruddin menyatakan dua temannya tewas ketika terjadi perkelahian antara warga Bangladesh dan Rohingya gara-gara berebut makanan.
“Mayat mereka dibuang ke laut. Banyak yang mati dalam perkelahian itu,” katanya.
Absaruddin mengaku ingin segera pulang ke Bangladesh untuk bertemu kedua orang tuanya dan melanjutkan sekolah.
“Saya sangat merindukan ibu. Sejak diculik, saya tidak pernah berbicara dengan ibu,” ujarnya.