Selundupkan Narkoba, Warga Prancis Divonis Hukuman Mati

Pada Januari 2019, Dorfin sempat kabur dari ruang tahanan Polda NTB namun berhasil ditangkap kembali.
Anton Muhajir
2019.05.20
Denpasar
190520_ID_Frenchman_1000.jpg Dorfin Felix (35) ketika tiba di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Senin, 20 Mei 2019. Warga Prancis itu divonis hukuman mati karena penyelundupan narkoba.
AFP

Dorfin Felix (35), warga Prancis divonis hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin, 20 Mei 2019, karena terbukti menyeludupkan narkoba ke Indonesia, meskipun jaksa hanya menuntut 20 tahun penjara.

"Terdakwa Dorfin Felix secara sah dan meyakinkan bersalah mengimpor narkotika.... Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dengan pidana mati," kata Ketua Majelis Hakim, Isnurul Syamsul Arif.

Hukuman mati itu lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan pada 29 April lalu yang menginginkan hukuman 20 tahun penjara dan denda 10 miliar subsider setahun penjara.

Dalam amar putusan, majelis hakim mengatakan Dorfin telah melanggar Pasal 113 Ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, yang menyebutkan antara lain perbuatan mengimpor narkotika golongan I melebihi 1 kilogram dapat dikenakan maksimal hukuman mati.

Dorfin ditangkap petugas Bea dan Cukai di Bandara Internasional Zainuddin Abdul Majid Lombok Tengah pada 21 September 2018 lalu setibanya dari Singapura.

Dari barang bawaannya, petugas menemukan tiga jenis narkoba yaitu kokain, ekstasi, dan amphetamine di bagian bawah kopernya.

Detailnya adalah sembilan bungkus kristal cokelat jenis methylenedioxy metamphetamine (MDMA) seberat 2.447,95 gram, satu bungkus serbuk kuning jenis amphetamine seberat 256,69 gram, dan satu bungkus serbuk putih jenis ketamine seberat 206,83 gram.

Petugas juga menemukan pil atau tablet cokelat berlogo tengkorak jenis MDMA sebanyak 22 butir dengan berat 12,98 gram. Total nilai narkoba tersebut sekitar Rp 3,2 miliar.

Perbuatan terdakwa itu, menurut hakim, telah memberi peluang muncul peredaran narkoba skala besar. Hal itu sudah mengancam sistem pertahanan dan keamanan negara.

"Jadi bentuk kegiatannya ini sangat berpotensi merusak generasi muda dan mengganggu ketahanan nasional," ujar Isnurul.

Banding

Setelah mendengar divonis hukuman mati, Dorfin melalui penerjemahnya langsung menyatakan banding.

Pengacara Dorfin, Deny Nur Indra, mengatakan kliennya tidak menyangka akan divonis hukuman mati oleh majelis hakim.

“Dia pikir maksimal seumur hidup atau setidaknya 20 tahun (seperti tuntutan jaksa),” kata Deny kepada BeritaBenar melalui telepon.

Menurut Deny, kalau kliennya divonis penjara 20 tahun, dia masih punya peluang untuk kembali ke negaranya setelah menjalani hukuman.

Begitu juga jika dijatuhi hukuman seumur hidup, maka dia bisa mengajukan grasi ke presiden.

Deny mengatakan belum membaca detail putusan majelis hakim. Namun, dia memastikan bahwa akan banding terhadap putusan tersebut.

Menurut Deny, kliennya hanya disuruh orang lain untuk membawa barang di dalam tasnya dengan imbalan 5.000 euro.

Dorfin, yang sehari-hari berjualan batu permata di negaranya, menyangka barang yang dia bawa hanyalah batu permata, bukan narkoba.

“Dia kira barang itu memang sesuatu yang dilarang masuk Indonesia, tetapi bukan narkoba,” kata Deny.

Deny mengatakan karena kliennya yang sudah pernah berkunjung ke Bali dan Jakarta itu hanya kurir, maka dia punya peluang untuk dibebaskan.

“Klien saya hanya orang suruhan,” tambahnya.

Adapun jaksa Ginung Pratidina belum dapat memberikan pernyataan terhadap putusan hakim.

"Kita pikir-pikir dulu," kata Ginung.

Pernah kabur

Saat ini, Dorfin ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Mataram. Sebelumnya, dia sempat ditahan di Polda NTB dan pernah kabur.

Pada Januari 2019 lalu, Dorfin melarikan diri dari Rutan Gedung Direktorat Tahanan dan Barang Bukti Polda NTB.

Dia keluar melalui jendela kamar tahanan yang jerujinya sudah terpotong rapi. Bahkan, ada kain menjuntai ke bawah dari jendela di lantai dua tersebut.

Berselang sebelas hari kemudian Dorfin tertangkap di wilayah Hutan Pusuk di perbatasan Lombok Barat dan Lombok Utara.

Polda NTB telah memeriksa anggotanya atas dugaan membantu pelarian Dorfin setelah mendapat suap sebesar Rp 10 miliar.

Namun, Polda NTB bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tidak menemukan bukti suap tersebut.

Menurut Kantor Berita Antara, salah satu anggota Polda NTB yang berinsial TU hanya dinyatakan melanggar Kode Etik Profesi Polri karena memfasilitasi Dorfin selama ditahan.

TU juga disangka menerima gratifikasi karena menerima transferan sebesar Rp 14,5 juta dari orang tua Dorfin.

Vonis terhadap Dorfin menambah daftar panjang warga negara asing yang divonis hukuman mati akibat narkoba di Indonesia.

Sebagian di antaranya adalah komplotan Bali Nine, sembilan warga Australia yang terbukti membawa 8,3 kg heroin pada April 2005.

Dua pentolan Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, menjalani hukuman mati pada 29 April 2015 di Nusa Kambangan, Jawa Tengah.

Selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, 18 orang telah dieksekusi mati dan kesemuanya karena kasus narkoba.

Organisasi pembela hak asasi manusia dan negara-negara asing telah menyatakan keberatan terhadap masih adanya hukuman mati di Indonesia.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.