Warga Tolak Otopsi Jenazah Siyono

Kusumasari Ayuningtyas
2016.03.30
Klaten
160330_ID_Siyono_1000 Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak menabur bunga di makam Siyono di Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah, 30 Maret, 2016.
Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar

Kepala Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah, Djoko Widoyo menegaskan warganya menolak otopsi jenazah Siyono, seorang penduduk setempat yang tewas setelah tiga hari ditangkap tim Densus 88 Polri pada 8 Maret lalu.

"Saya hanya mengakomodir keinginan warga untuk menjaga suasana desa tetap kondusif," jelasnya kepada wartawan di Bale Desa Pogung, Rabu, 30 Maret 2016.

Menurut dia, dalam pertemuan pada 29 Maret, pihak keluarga telah setuju untuk tidak melakukan otopsi terhadap jenazah Siyono. Dalam pertemuan itu, mayoritas warga menolak otopsi karena dianggap meresahkan warga.

Dia menambahkan, sejak penangkapan Siyono yang berlanjut dengan pemulangan jenazah korban pada 13 Maret, banyak orang luar yang datang ke rumah Siyono termasuk media.

"Kedatangan orang-orang dari luar membuat warga takut dan trauma," ujar Djoko.

Rabu pagi, dia mendatangi rumah Wagiyono, kakak kandung Siyono sekaligus Ketua RT tempat almarhum tinggal. Djoko diterima Wagiyono. Di depan tuan rumah, Djoko membacakan surat pernyataan penolakan otopsi dari warga.

Dalam surat itu, ada tiga poin yang menjadi konsekuensi kalau keluarga Siyono tetap melakukan otopsi terhadap jenazah korban yang dimakamkan di pemakaman Dukuh Brengkungan.

Ketiga poin adalah kalau terjadi otopsi maka pelaksanaan harus di luar Desa Pogung, jenazah setelah diotopsi tidak boleh dimakamkan lagi di desa itu, dan keluarga yang mendukung otopsi tidak boleh tinggal di wilayah Desa Pogung.

Tapi, pihak keluarga Siyono keberatan dengan poin yang menyebutkan bahwa setelah otopsi jenazah tidak boleh dimakamkan di wilayah Desa Pogung dan mereka dilarang tinggal di desanya.

"Saya serahkan pada hukum, biarkan proses hukum tetap berjalan," ucap Wagiyono, yang tampak menolak berbicara banyak kepada wartawan.

Rumah dan kuburan Siyono kini dijaga relawan organisasi massa Islam. Meski belum ada jelas pelaksanaan otopsi, sepanjang jalan kampung dijaga aparat TNI dan Polri.

Kuasa hukum keluarga Siyono, Sri Kalono, mengatakan pelaksanaan otopsi belum dipastikan karena tim masih mematangkan perencanaan.

"Yang jelas bukan hari ini (Rabu)," ujar Kalono saat dihubungi BeritaBenar.

Dampingi keluarga Siyono

Sehari sebelumnya, Suratmi – istri Siyono –  telah bertemu Busyro Muqoddas, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Dalam pertemuan itu, Suratmi menegaskan dia tidak mau berdamai dengan Densus 88.

Suratmi juga menyerahkan dua bungkusan berisi uang pemberian dua perempuan yang diyakini polisi ketika menjemput mayat suaminya di Jakarta kepada Busyro.

“Uang ini akan menjadi barang bukti di pengadilan nanti,” kata Busyro.

Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak usai bertemu keluarga Siyono secara tertutup, Rabu, menyatakan pihaknya siap mencari keadilan untuk keluarga Siyono.

"Entah Siyono teroris atau bukan, dia sudah diperlakukan tidak adil dan kami akan menghadirkan keadilan untuk keluarga ini. Jika di Indonesia tidak bisa, kita akan cari di Mahkamah Internasional," tegasnya.

Dahnil mengaku ia datang ke rumah keluarga Siyono untuk melakukan advokasi atas permintaan Suratmi dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI.

Ketika ditanya tentang kepastian jadwal otopsi jenazah Siyono, dia menegaskan tidak bisa memberitahu harinya.

“Otopsi segera dilakukan, tetapi kami tidak bisa memberitahu kapan. Tim dokter forensik Muhammadiyah sudah disiapkan sekitar lima hingga delapan orang bersama Komnas HAM," tuturnya.

Terkait tiga poin konsekuensi dalam surat pernyataan penolakan warga Pogung, dia menyebutkan, PP Muhammadiyah siap menyediakan tempat tinggal untuk Suratmi dan kelima anaknya di luar desa tersebut.

PP Muhammadiyah juga tidak mempermasalahkan apabila harus melakukan otopsi di luar Desa Pogung dan siap memfasilitasi pemakaman kembali jasad Siyono pasca otopsi di luar wilayah desa, tambahnya.

"Kami menghormati sikap masyarakat, tetapi kami juga menghormati keinginan Suratmi untuk tetap mencari keadilan," ujar Dahnil.

Ia mengaku pihaknya sudah menanyakan pada Suratmi akan konsekuensi yang akan diterimanya terkait penolakan warga terhadap otopsi.

“Suratmi tidak takut. Dia tetap ingin jasad suaminya diotopsi meski nantinya harus pindah dari Pogung bersama kelima anaknya,” tegas Dahnil.

"Dia mengatakan bumi Allah luas, saya dan anak-anak bisa tinggal di mana saja," tutur Dahnil mengutip kata-kata Suratmi.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.