Warganya Dipancung, Indonesia Protes Arab Saudi

Pemerintah seharusnya lebih maksimal melindungi warganya karena Zaini tak mendapat pendampingan meskipun terdaftar sebagai buruh migran legal.
Tria Dianti
2018.03.19
Jakarta
180319-migran-620 Dari kanan ke kiri: Wahyu Susilo, Direktur Migrant Care; Romo Eko Aldi, Komisi Migran Konferensi Waligereja Indonesia; Anis Hidayah, Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care; Wike Devi, Perwakilan Human Right Working Group dan Citra Hamidah, Program Officer Jaringan Buruh Migran saat menggelar jumpa pers di Jakarta, 19 Maret 2018.
Tria Dianti/BeritaBenar

Indonesia menyatakan protes keras terhadap Pemerintah Arab Saudi, setelah seorang buruh migran, Muhammad Zaini Misrin (53), dipancung otoritas setempat atas tuduhan pembunuhan.

"Kami terkejut menerima info ini. Hari ini, secara resmi kami sampaikan protes dengan memanggil Dubes Arab Saudi,” kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Lalu Muhammad Iqbal kepada wartawan di Jakarta, Senin, 19 Maret 2018.

“Di sana disampaikan keprihatinan terhadap eksekusi tanpa notifikasi dan proses PK (peninjauan kembali) yang baru berjalan sekaligus menyampaikan nota protes.”

Zaini dieksekusi pancung, Minggu sekitar pukul 11.30 waktu setempat karena dituduh membunuh majikannya, Abdullah bin Umar Muhammad Al Sindy pada 2004 silam.

Iqbal menambahkan bahwa Dubes Indonesia di Riyadh juga akan menyampaikan nota protes yang sama di Kemenlu Arab Saudi.

Pemerintah Indonesia, lanjutnya, menghormati aturan hukum di Arab Saudi yang tak mewajibkan untuk memberi notifikasi pada perwakilan negara asing bila ada warganya yang dieksekusi mati.

Namun sebagai dua negara yang bersahabat baik, menurutnya, sudah sepantasnya Arab Saudi memberikan pemberitahuan tersebut.

"Terlebih lagi setelah Siti Zaenab dan Karni yang dieksekusi mati 2015 silam,  Arab Saudi berjanji apabila ada eksekusi maka akan memberikan notifikasi," kata Iqbal.

Zaini yang bekerja sebagai supir mendapatkan akses kekonsuleran dengan KJRI Jeddah pada 2009 atau setahun setelah vonis hukuman mati dijatuhkan, 17 November 2008.

Ia disebutkan dipaksa mengakui kejahatan yang tak dilakukannya karena mendapatkan tekanan dari aparat keamanan Saudi.

Setidaknya 42 nota diplomatik dikirim baik KJRI dan KBRI kepada berbagai pihak di Arab Saudi, mengunjungi penjara 40 kali dan memfasilitasi keluarga datang ke Arab Saudi.

Sejak tahun 2011 hingga 2017, berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk berusaha membebaskan Zaini, seperti  mengajukan banding dengan meminta investigasi ulang atas kasus ini.

Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah dua kali mengajukan permohonan pengampunan kepada Raja Salman dari Arab Saudi. Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah sekali mengajukan permohonan pengampunan Zaini.Namun berbagai upaya itu tak membuahkan hasil.

"Untuk hukum mati, pengampunan bisa diberikan dengan persetujuan dari ahli waris. Tetapi hingga saat akhir, ahli waris tetap menolak untuk memberi maaf," jelas Iqbal.

 

Mengecam

Berbagai elemen Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengecam eksekusi mati Zaini.

"Eksekusi tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak asasi paling dasar yaitu hak atas hidup," kata Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo.

Pemerintah, kata dia, seharusnya lebih maksimal melindungi warganya karena Zaini tak mendapatkan pendampingan meskipun terdaftar sebagai buruh migran legal.

"Legal maupun ilegal seharusnya dilindungi di manapun berada, terbukti sampai vonis hukuman mati, Zaini tidak mendapatkan penerjemah yang netral," papar Wahyu.

Ia mendesak pemerintah lebih tegas dalam berdiplomasi dengan Arab Saudi.

"Kalau perlu panggil pulang duta besar Indonesia untuk Arab Saudi sebagai bentuk protes eksekusi mati tanpa notifikasi itu," ujarnya.

Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care, Anis Hidayah mengatakan bahwa Jokowi perlu mempertimbangkan untuk tidak berkunjung ke Arab Saudi sebagai bentuk protes.

"Jokowi batalkan saja kunjungan Mei nanti ke Arab Saudi, tunjukkan sensifitas karena Arab Saudi memang harus ditegur keras," katanya.

Eksekusi mati terhadap Zaini merupakan yang ketiga kali terhadap WNI di Arab Saudi sejak 2015.

Sebelumnya, Siti Zaenab dieksekusi pada 14 April 2015 karena dituduh membunuh istri majikannya.

Dua hari berselang, Karni binti Merdi Tasim juga dipancung karena membunuh anak majikannya yang berusia 4 tahun saat tidur.

 

Sesalkan

Ketua Komisi IX DPR RI, Dede Yusuf menyesalkan eksekusi Zaini tanpa pemberitahuan. Apalagi, permohonan pengampunan telah diajukan berkali-kali.

"Yang jadi pertanyaan adalah apakah perwakilan kita proaktif di sana, kok bisa sampai jadwal eksekusi tidak tahu," katanya kepada BeritaBenar.

Ia mempertanyakan hubungan Indonesia-Arab Saudi yang selama ini terjalin cukup baik.

"Apakah sudah tidak bagus sampai tak ada pengampunan lagi? Rasanya Dubes kita perlu melakukan komunikasi mendalam kembali," ujarnya.

Dengan kejadian ini, ia menegaskan agar moratorium pengiriman buruh migran ke Arab Saudi agar diperpanjang.

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid mengaku pemerintah sudah all out mengadvokasi kasus Zaini.

Menurutnya, pada 18 Maret 2018, sekitar pukul 10.00 waktu setempat, diterima kabar Zaini akan dieksekusi. Kemudian, pemerintah meminta pengacara mengonfirmasikan kebenaran berita tersebut.

“Setiba di  penjara Makkah, seluruh jalan sekitar penjara sudah diblokade, sekitar pukul 10.30 dan eksekusi diperkirakan dilakukan pukul 11.30 waktu setempat,” tukasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.