5 WNI Diyakini Diantara Militan yang Tewas dalam Pertempuran di Filipina Selatan
2018.06.12
Iligan dan Cotabato, Filipina
Lima orang Indonesia dan seorang warga Singapura diyakini diantara para tersangka militan yang tewas dalam pertempuran antara militan pro-Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan pasukan pemerintah di Filipina selatan, sementara jumlah korban tewas meningkat menjadi 23 orang, demikian dilaporkan oleh militer Filipina, Selasa, 12 Juni 2018.
Pihak berwenang mencoba untuk memverifikasi apakah keenam warga asing itu adalah bagian dari 15 militan yang tewas ketika pasukan bersenjata Filipina melancarkan serangan darat dan udara yang menargetkan Pejuang Pembebasan Islam Bangsamoro (BIFF) di daerah –rawa-rawa yang luas di provinsi Maguindanao pada akhir pekan lalu, demikian kata kepala militer daerah.
"Ada lima orang Indonesia dan seorang warga Singapura yang dipastikan bersama dengan kelompok teror tersebut dan bisa merupakan bagian dari 15 korban yang tewas," demikian Brigjen. Jenderal Cirilito Sobejana, menambahkan bahwa operasi intelijen sedang memeriksa identitas mereka.
"Mereka adalah target utama kami, dan kami masih memvalidasi identitas mereka," kata Sobejana kepada wartawan.
Sampai berita ini diturunkan wakil pemerintah Indonesia belum bisa dihubungi untuk mendapatkan konfirmasi tentang tewasnya lima warga negara Indonesia (WNI) dalam serangan tersebut.
Ribuan warga sipil mengungsi dan sebuah pabrik bom dihancurkan dalam serangan hari Minggu di wilayah berawa-rawa yang dikuasai pemberontak itu, kata militer.
Seorang yang dicurigai sebagai pembuat bom dan istrinya juga ditangkap dalam operasi tersebut.
Pada Senin malam, gerilyawan melakukan pembalasan, menargetkan dua instalasi militer di kota Datu Unsay dan Datu Hoffer, juga di Maguindanao, dan menewaskan dua warga sipil yang melarikan diri dari bentrokan tersebut, kata para pejabat.
Pasukan yang mengawal detasemen diserang oleh para pejuang BIFF tetapi para tentara berhasil memukul mundur mereka, Kapten Arvin John Encinas, seorang juru bicara militer, mengatakan kepada BeritaBenar.
Lima militan Islamis Filipina tewas oleh tentara dalam pertempuran yang berlangsung selama satu jam, menurut Encinas. Tiga dari militan yang tewas diidentifikasi sebagai Turman Aber, Mansor Mohammad dan Mamalu, kata Encinas.
Abu Misry Mama, juru bicara BIFF, membenarkan bahwa mereka berada dibalik serangan hari Senin itu tetapi membantah bahwa para pemberontak menyasar warga sipil. Dia mengatakan mereka mungkin terkena peluru nyasar.
Seorang prajurit, Gary Quitor, 27, adalah satu-satunya korban tewas di pihak tentara pemerintah. Dia tewas seketika Senin ketika unitnya berada di bawah berondongan tembakan dari lawan sementara para tentara sedang menyeberangi perairan setinggi dada di tanah rawa, kata Encinas.
Dia mengatakan militer telah memperoleh informasi bahwa salah satu dari pemimpin BIFF, Salahuddin Hassan (juga dikenal sebagai Orak), dan beberapa militan asing terperangkap di daerah itu setelah kapal mereka rusak akibat serangan udara dan artileri.
Hassan adalah wakil dari Abu Turaife, salah satu pemimpin tertinggi BIFF, kelompok sempalan dari Front Pembebasan Islam Moro (MILF) yang telah menandatangani perjanjian damai dengan Manila dan sedang bernegosiasi untuk undang-undang otonomi daerah.
Kelompok Turaife memisahkan diri dari MILF ketika menandatangani perjanjian damai dengan Manila tiga tahun lalu.
Dia memisahkan diri dari rantai komando pemberontak dan memimpin para pengikutnya, yang berjumlah beberapa puluh orang, untuk melakukan penyerangan. Dia telah berbaiat kepada ISIS, tetapi tidak mengirim gerilya dalam pertempuran di Marawi tahun lalu.
Kota Marawi diduduki oleh pengikut ISIS Filipina dibawah pimpinan Isnilon Hapilon pada Mei 2017. Dia dan beberapa pemimpin asing dan lokal dari kelompok-kelompok militan itu dibunuh oleh pasukan keamanan Filipina ketika pengepungan berakhir lima bulan kemudian.
Pertarungan Marawi dianggap yang paling besar dalam beberapa tahun terakhir. Ini menyebabkan kehancuran kota Muslim di tepi danau tersebut, dan etwasnya sekitar 1.200 orang, sebagian besar militan.
Tetapi militer percaya bahwa banyak kelompok militan yang telah melarikan diri dari Marawi dan mencari perlindungan di daerah-daerah terpencil yang sulit diakses di wilayah selatan seperti Maguindanao, di mana mereka kemudian bergabung dengan militan lokal.