22 WNI Diduga Gabung Militan di Filipina Selatan
2017.06.02
Jakarta
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mencatat, sedikitnya 22 warga negara Indonesia (WNI) diduga bergabung dengan kelompok militan di Filipina Selatan, namun pengamat terorisme memastikan jumlahnya mencapai ratusan orang.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen. Pol. Setyo Wasisto, menyebutkan dari data yang berhasil dikumpulkan pihaknya, terdapat 38 WNI yang berada di Filipina Selatan sejak setahun terakhir.
“Empat orang telah tewas di Marawi dan 22 orang masih berada di Filipina Selatan. Kita belum mengetahui kondisi mereka,” katanya kepada BeritaBenar, Jumat, 2 Juni 2017.
Namun, Setyo tak menjelaskan identitas keempat WNI yang tewas dalam pertempuran di Marawi. Juga tidak disebutkan kapan mereka tewas.
Pasukan keamanan Filipina sejak pekan lalu melancarkan operasi besar-besaran untuk menumpas jaringan militan Maute, yang telah berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di kawasan Marawi.
“Kami terus mengumpulkan informasi lebih jauh. Tentunya juga dengan bekerja sama dengan KBRI, dan juga militer maupun polisi Filipina,” jelas Setyo.
Ia merincikan dari 38 orang yang terdata, seorang di antaranya merupakan perempuan, dan 12 orang dalam proses deportasi setelah ditangkap aparat keamanan Filipina.
Sebelumnya, Kepolisian Filipina mengeluarkan daftar pencarian orang atau DPO, dimana tujuh di antaranya merupakan WNI – yang diyakini terlibat dengan kelompok Maute.
Mereka adalah Al Ikhwan Yushel, Mochamad Jaelani Firdaus, Muhamad Gufron, Yayat Hidayat Tarli, Yoki Pratama Windyarto, Muhammad Ilham Syahputra, dan Anggara Suprayogi.
Namun Setyo tak ingin terburu-buru menyebutkan 22 WNI yang masih belum diketahui keberadaannya, bergabung dengan kelompok Maute. Dia hanya menyebut bahwa saat ini pihaknya terus mengembangkan informasi.
“Terus dicroscek keberadaan mereka. Kami terus berkoordinasi baik dengan perwakilan kita di Filipina dan Pemerintah Filipina,” katanya.
17 Dievakuasi
Kementerian Luar Negeri menyatakan 17 WNI yang terjebak di Marawi, telah berhasil dievakuasi pada Kamis dari zona perang dan akan dipulangkan ke tanah air. Rencananya mereka akan tiba di Indonesia pada Sabtu.
Juru bicara Kemenlu Armanatha Nasir mengatakan, 17 WNI itu dievakuasi dari tempat berbeda. Sebelas di antaranya dievakuasi dari Kota Marawi, sementara enam lagi dijemput dari Sultan Naga Dimapor, Provinsi Lanao Del Norte.
“Mereka merupakan jamaah tabliq yang berziarah ke Filipina. Ini berkat kerjasama KBRI Manila dan KBRI Dafau, dengan pemerintah maupun pihak keamanan Filipina,” katanya kepada wartawan.
Dia menambahkan pihaknya masih terus mendata keberadaan WNI di Filipina Selatan, khususnya di Marawi.
Diprediksi ratusan
Mantan tokoh Jamaah Islamiah Asia Tenggara, Nasir Abbas memprediksikan jumlah WNI yang terlibat dalam jaringan militan di Filipina saat ini lebih dari ratusan orang. Apalagi setelah upaya pemburuan kelompok teroris di Indonesia makin digencarkan.
“Saya kira jumlahnya bisa lebih dari delapan puluh orang. Karena memang sejak dulu merupakan pusat pelatihan militer Asia Tenggara,” ujarnya kepada BeritaBenar.
Wilayah Filipina Selatan yang terasing dan jauh dari ibukota, kata Nasir, cukup strategis sebagai pusat pelatihan militer. Hutan tropis yang lebat juga memudahkan gerilyawan bersembunyi.
“Memang posisi daerah itu cukup menguntungkan. Sejak dulu juga kelompok-kelompok radikal di Indonesia punya hubungan dekat dengan kelompok di Filipina,” katanya.
Senada dengan Nasir, peneliti terorisme dari Universitas Malikul Saleh di Lhoksemawe, Provinsi Aceh, Al Chaidar juga yakin jumlah WNI di Filipina Selatan mencapai ratusan.
Mereka termasuk anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santoso, yang terdesak sehingga melarikan diri ke Filipina, setelah pemimpin mereka tewas ditembak dalam Operasi Tinombala, pada 18 Juli 2016, di Poso, Sulawesi Tengah.
“Bisa jadi mereka yang bergabung dengan Maute adalah anggota Santoso. Sel-sel yang mendukung ISIS di Indonesia punya hubungan dekat dengan teroris Filipina,” ujarnya saat dihubungi.
Pencegahan
Pemerintah melakukan upaya pencegahan agar kelompok militan yang terus digempur militer Filipina tidak masuk dan bersembunyi di wilayah Indonesia.
Juru bicara Kementerian Pertahanan, Totok Sugiharto, mengatakan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu telah mengagendakan pertemuan dengan menteri pertahanan dari Malaysia dan Filipina dalam waktu dekat ini.
“Dalam waktu dekat akan digelar pertemuan (ketiga menteri pertahanan) dan segera digelar patroli bersama,” kata Totok kepada BeritaBenar.
Tapi, dia mengaku jadwal pasti pertemuan yang akan membicarakan masalah patroli bersama dan antisipasi pengaruh ISIS di Asia Tenggara belum diputuskan.
Menurutnya, patroli bersama tersebut sangat dibutuhkan menyusul gencarnya operasi pemburuan teroris di Filipina Selatan. Sebelumnya, rencana patroli bersama beberapa kali tertunda.
Dia mengatakan, pengetatan perbatasan tak hanya semata untuk mengawal wilayah masing-masing dari ISIS, tapi juga bagian pengamanan kawasan. Dalam waktu dekat teknis pelaksanaan patroli akan segera diputuskan.
“Proses ini telah dibicarakan sejak dua tahun yang lalu, dan tentu dengan ancaman yang semakin tinggi, operasi patroli bersama akan segera dilakukan,” ujarnya.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan bahwa TNI telah berkoordinasi dengan Polri untuk menjaga wilayah perbatasan Indonesia dan Filipina. Patroli difokuskan di sepanjang kepulauan Maluku Utara hingga Sulawesi.
“Ada patroli laut. Kemudian daratnya sama-sama dengan kepolisian sepanjang pantai itu, supaya enggak ada penyusupan,” kata Gatot seperti dikutip Kompas.com.
Ia mengatakan, jika ada militan ISIS yang diketahui berusaha masuk ke Indonesia, akan diserahkan kepada polisi untuk diproses hukum.
Gatot menegaskan semua jalur masuk dari Filipina ke Indonesia dijaga ketat, termasuk jalur tikus yang kerap dimanfaatkan jaringan militan.
"Pokoknya semua ditutup. Perbatasan kita jagain supaya jangan masuk ke tempat kita," pungkasnya.