1 Tawanan WNI Tewas, Lainnya Selamat Setelah Pasukan Filipina Serbu Penyandera Berafiliasi ISIS
2019.04.06
Zamboanga, Filipina
Diperbarui Sabtu 6 April 2019, 18:30 WIB
Pihak otoritas Filipina mengatakan pasukan marinir Filipina berhasil mengeluarkan dua tawanan warga negara Indonesia dari militan yang terkait dengan Negara Islam (ISIS) pada Jumat, 5 Februari 2019, tetapi satu dari mereka meninggal dunia akibat luka tembakan yang mengenainya saat operasi penyelamatan di Filipina selatan.
Pihak militer mengatakan setidaknya tiga pria bersenjata, yang diidentifikasi sebagai anggota Kelompok Abu Sayyaf, juga tewas dalam bentrokan yang terjadi di Pulau Simisa, salah satu pulau di di provinsi Sulu.
Mereka juga mengatakan bahwa di lokasi lain di Sulu, tiga pasukan elit Scout Ranger dan empat gerilyawan Abu Sayyaf tewas dalam operasi pertempuran melawan sekelompok besar pria bersenjata pada Jumat, serta 13 tentara dan 14 pria bersenjata yang terluka.
"Tepat sebelum matahari terbenam, kami menerima laporan awal ... bahwa, sayangnya, salah satu dari dua tawanan Indonesia tidak selamat," kata Kolonel Gerry Besana, juru bicara Komando Mindanao Barat militer, kepada BeritaBenar.
"Mereka menembak para korban ketika mereka melarikan diri ketika sedang terjadi baku tembak."
Kementerian Luar Negeri Indonesia membenarkan kabar tersebut dalam pernyataan yang dikeluarkan Sabtu, 6 April. Warga Indonesia yang diidentifikasi bernama Hariadin, 45 tahun, tewas di perairan Pulau Simisa akibat tenggelam setelah terbebas dari penyanderaan.
“Hariadin bersama warga negara Indonesia lainnya, Heri Ardiansyah, berusaha berenang ke Pulau Bangalao guna menghindari terkena serangan angkatan bersenjata Filipina terhadap penyandera sebagaimana dialami oleh seorang warga Malaysia yang terbebas sehari sebelumnya,” ujar Lalu Muhammad Iqbal, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia di Kementerian Luar Negeri dalam pernyataan yang diterima oleh BeritaBenar.
Iqbal menambahkan bahwa Heri Ardiansyah, 19 tahun, dan jenazah Hariadin telah tiba Sabtu di pangkalan militer Westers Mindanao Command (Westmincom) di Zamboanga City untuk diserahterimakan kepada wakil Pemerintah Indonesia untuk selanjutnya melakulan proses pemulangan mereka ke Indonesia pada kesempatan pertama.
Heri Ardiansyah dan Hariadin diculik bersama rekan mereka seorang warga Malaysia, Jari Abdullah, di Perairan Kinabatangan, Sandakan, Malaysia pada tanggal 5 Desember 2018 saat bekerja di kapal penangkap ikan SN259/4/AF
Menurut pihak militer, tawanan ketiga seorang warga negara Malaysia bernama Jari Abdullah, berhasil ditemukan hari Kamis, meskipun ia juga ditembak oleh orang-orang bersenjata Abu Sayyaf ketika mereka melarikan diri saat pasukan keamanan terus bergerak maju
Ketiga lelaki itu dilaporkan hilang pada 6 Desember di daerah Karang Pegasus di perairan Sabah timur di lepas pantai Malaysia, setelah kapal mereka ditemukan kosong dengan mesin menyala. Menurut beberapa sumber, investigasi menunjukkan bahwa ketiganya ditangkap oleh tujuh pria bersenjata yang diduga melaju ke arah Sulu.
"Kami akan melanjutkan operasi pengejaran," kata Besana, sambil menambahkan bahwa Kedutaan Besar Republik Indonesia di Manila telah diberitahu tentang insiden tersebut.
Pihak berwenang percaya bahwa kedua orang Indonesia itu adalah orang yang sama yang ditunjukkan dalam sebuah video mengenai dua sandera yang dirilis oleh Abu Sayyaf di media sosial pada bulan Februari tahun ini. Video itu memperlihatkan dua pria berlutut di depan para penculiknya yang mengancam akan memenggal kepala sandera mereka.
Penculikan itu terjadi walaupun Filipina, Malaysia dan Indonesia telah melakukan patroli laut dan udara trilateral, yang dimulai tahun 2016, untuk memerangi pembajakan dan penculikan laut di jalur laut bersama mereka.
Para pejabat mengatakan baku tembak kedua terjadi ketika pasukan tentara menangkap sekitar 50 pria bersenjata kelompk Abu Sayyaf yang dipimpin oleh Hatib Hajan Sawadjaan, yang kemungkinan adalah pemimpin regional baru Negara Islam (ISIS) setelah Isnilon Hapilon tewas pada Oktober 2017.
Hapilon dan gerilyawan lain dari Asia Tenggara dan Timur Tengah adalah termasuk di antara 1.200 orang yang tewas dalam pertempuran selama lima bulan dengan pasukan pemerintah di Marawi, satu-satunya kota berpenduduk mayoritas Muslim di Filipina. Militer menghancurkan para militan dengan pemboman udara hampir setiap hari, yang menyebabkan hancurnya kota yang dulunya merupakan pusat perdagangan Muslim.
Abu Sayyaf, yang dibentuk pada awal 1990-an, terkenal karena melakukan penculikan, pemboman, dan pemenggalan kepala di Filipina selatan. Amerika Serikat telah menetapkan kelompok ini sebagai sebagai sebuah organisasi teroris asing.
Sejak kekalahan mereka di Marawi, gerilyawan terafiliasi dengan ISIS telah dituduh atas beberapa serangan mematikan lainnya baru-baru ini, termasuk serangan bom bulan Januari lalu di sebuah gereja di Pulau Jolo di wilayah selatan yang terpencil dan menewaskan 23 orang serta melukai lebih dari 100 orang lainnya.
Jeoffrey Maitem dan Mark Navales di Kota Cotabato, Froilan Gallardo di Cagayan de Oro, Richel V. Umel di Kota Iligan, serta Tia Asmara dan Ismira Lutfia Tisnadibrata di Jakarta ikut berkontribusi dalam laporan ini.
Dalam versi ini telah disertai konfirmasi dari Kementerian Luar Negeri Indonesia tentang nama WNI yang tewas dan selamat dalam insiden tersebut.