Pemerintah Selidiki WNI Tewas dalam Operasi Militer di Filipina
2017.01.30
Jakarta
Pemerintah Indonesia sedang menyelidiki kebenaran informasi seorang warga negara Indonesia (WNI) tewas dalam operasi yang dilancarkan militer Filipina untuk memburu militan Abu Sayyaf Gruop (ASG) di Filipina Selatan.
"Kita sudah koordinasi dengan polisi Filipina dan pihak military command untuk bagian barat. Mereka belum bisa konfirmasi kalau ada WNI yang menjadi korban ataupun atas nama itu,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arrmanatha Nasir saat dikonfirmasi BeritaBenar di Jakarta, Senin, 30 Januari 2017.
Panglima Militer Filipina, Jenderal Eduardo Ano, mengklaim sedikitnya 15 militan yang disebut telah berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) tewas dalam operasi serangan udara dan darat terhadap markas ASG di kawasan Provinsi Lanao del Sur pada Rabu malam dan Kamis pekan lalu.
Jenazah terduga militan Indonesia yang dikenal dengan nama gerilya sebagai ‘Mohisen’ ditemukan bersama tiga mayat militan Filipina lain pimpinan Isnilon Hapilon.
Tapi mayat 11 militan yang juga tewas tak ditemukan, kata Eduardo kepada Associated Press, Minggu, 29 Januari 2017.
Isnilon dikabarkan terluka berat setelah jet-jet tempur supersonic FA50 menjatuhkan enam bom seberat 225 kilogram ke markas militan, katanya.
Militer Filipina juga akan meminta bantuan dari otoritas Indonesia untuk mengonfirmasi identitas dan latar belakang ‘Mohisen’ karena sebelumnya tak termonitor di antara warga negara asing bergabung dengan Abu Sayyaf.
“Kami masih harus cek lagi data itu, belum dapat detail informasinya,” jelas Arrmanatha.
Ia mengatakan selama ini pihaknya bekerja sama dengan pemerintah Filipina dalam konteks operasi militer dan pembebasan sandera.
Saat ini, masih ada tujuh WNI yang disandera kelompok bersenjata di Filipina Selatan.
WNI bersama ASG
Pakar terorisme dari Consultant of Centre for Police and Terorism Research, Nasir Abbas menjelaskan ada kemungkinan beberapa WNI bergabung dengan ASG sejak 2001.
“Jumlahnya tidak tahu berapa, tapi saya yakin pasti ada walaupun jumlahnya tidak banyak,” katanya kepada BeritaBenar.
Menurut dia, WNI bersama militan ASG ditempatkan kelompok Jamaah Islamiyah (JI) yang saat itu bergabung dengan Front Pembebasan Islam Moro (MILF).
“JI menugaskan mereka sebagai instruktur, guru dan melatih agar mereka bisa mencari pengalaman bersama ASG,” kata Nasir, yang merupakan mantan Ketua Mantiqi III JI Asia Tenggara.
Sedangkan, pengamat terorisme dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan ada WNI dalam ASG merupakan hal wajar.
“Apalagi belakangan aktivitas ASG sedang meningkat sehingga menarik kelompok-kelompok terorisme lain untuk bergabung,” katanya saat dihubungi.
Meski tak ada data akurat, ia memprediksi kurang dari 50 WNI bergabung dalam ASG. Mereka adalah bagian kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santoso di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, saat masih aktif beberapa tahun lalu.
Untuk itu, dia memperingatkan pemerintah agar waspada dalam setiap tindakan dan pencegahan terorisme karena WNI yang bergabung dengan ASG bisa saja kembali ke Indonesia saat terdesak.
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. Hamidin menilai pemindahan markas ISIS ke Filipina terbukti sangat lemah dan mulai terdesak karena militer Filipina terus melakukan operasi militer.
“Meskipun hal tersebut membuat adanya kemungkinan mereka ke wilayah Indonesia, namun otoritas Indonesia sudah memetakan secara baik sehingga mereka tidak bisa bergerak bebas di sini,” katanya.