Pacu Jawi, Karapan Sapi Ala Minang
2016.08.23
Padang
Usai panen merupakan saat yang ditunggu petani di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Mereka menyiapkan pesta. Bukan sembarang pesta, tapi tradisi penuh atraksi.
Atraksi turun temurun yang dipegang teguh masyarakat Minang, terutama warga Tanah Datar, adalah pacu jawi atau balapan sapi. Dalam bahasa Minang, pacu berarti lomba kecepatan, sedangkan jawi adalah sapi atau lembu.
Dalam lumpur beterbangan, joki pengendara jawi berjibaku mengontrol sapi dan penuh resiko. Karena bisa saja, sapi tidak mau berlari sesuai diinginkan atau mengamuk.
Acara tahunan ini digelar setiap Sabtu dan Minggu secara bergiliran di empat kecamatan yang ada di Tanah Datar yaitu Pariangan, Rambatan, Limo Kaum, dan Sungai Tarab. Ada 300 hingga 500 sapi yang ikut berpacu.
"Pacu jawi ialah permainan adat anak nagari untuk mempertontonkan kehebatan dan kecepatan sapi yang dikendalikan joki. Ini sekaligus pertaruhan gengsi bagi pemilik sapi," kata Gusti Asnan, sejarawan Universitas Andalas kepada BeritaBenar di arena pacu jawi, Sabtu, 20 Agustus 2016.
Pacu jawi telah jadi tradisi sejak ratusan tahun lalu. Tetapi tak jelas kapan permainan ini pertama digelar. Menurut Gusti, kebiasaan ini mulanya hanya sebagai pengisi waktu dan hiburan petani usai panen. Tapi seiring perkembangan zaman, pacu jawi sudah menjadi agenda rutin.
Berbeda dengan karapan sapi di Madura yang dilaksanakan di lintasan kering, pacu jawi digelar dalam sawah yang penuh lumpur dengan arena lintasan minimal 60 meter. Sapi dibawa ke sawah berlumpur lengkap alat pembajak sawah. Joki mengendarai sepasang sapi yang diapit peralatan pembajak sawah.
Sang joki ikut dibawa sambil memegang tali atau ekor kedua sapi agar kencang berlari. Sepasang sapi berlari, tanpa lawan. Selain waktu tempuh lintasan serta struktur tubuh sapi, pemenang balapan adalah sapi yang paling lurus berlari tanpa sedikitpun berbelok sampai ke garis finish.