Pacu Jalur, Tradisi Perantau Pulang
2016.09.06
Teluk Kuantan
Tepian Narosa di Kota Teluk Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Provinsi Riau, membludak oleh lautan manusia. Sebabnya, tiada lain kompetisi tahunan lomba perahu yang sudah sangat mentradisi, Pacu Jalur.
Jalur ialah sebutan masyarakat tempatan untuk perahu naga khas negeri yang berkembang di sepanjang Batang (sungai) Kuantan. Perahu panjang dari kayu itu berisi 50 orang awak.
Ada tiga unsur di setiap jalur yaitu dua orang tukang tari, seorang tukang timbo ruang, dan 47 pendayung. Dulu, konon jumlah awak mencapai 100 orang.
Menurut sejarah, tradisi yang digelar di arena pacu Tepian Narosa dimulai sejak 1913. Event ini mempertarungkan kampung-kampung di sekitar Batang Kuantan. Tahun ini, digelar pada 25 sampai 28 Agustus 2016.
Awalnya, pada jaman penjajahan Belanda pesta rakyat tersebut untuk memeriahkan Hari Kelahiran Ratu Belanda Wihelmina, pada tanggal 31 Agustus. Tetapi, sejak beberapa tahun lalu, Pacu Jalur digelar untuk memeriahkan Hari Kemerdekaan RI dan terbuka secara nasional.
Pacu Jalur pada tahun ini diikuti 198 peserta, yang merupakan terbanyak sepanjang sejarah. Selain dari Kuansing, ada pula peserta dari Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir.
Sang juara, Siposan Rimbo RAPP dari Kampung Pauh Angik, Kecamatan Pangean, Kuansing, berhak atas sepasang kerbau dewasa, uang senilai Rp20 juta dan tonggol yakni semacam umbul-umbul bertuliskan nama juara dan tahun kemenangan.
Ultra, seorang tokoh Teluk Kuantan mengungkapkan bagaimana lekatnya warga Kuansing dengan ajang ini. Pacu jalur adalah magnet luar biasa bagi masyarakat Kuansing di rantau.
“Mereka selalu ingin pulang ketika tradisi digelar. Keinginan pulang bahkan jauh lebih besar dibanding keinginan mudik saat Lebaran,” ujarnya.