Junta Myanmar: PM Kamboja Tidak Diizinkan Bertemu Pemimpin Demokrasi

Analis: Ketua ASEAN Hun Sen akan melemahkan blok itu jika dia tidak menemui para politisi yang dipenjara.
Tria Dianti, Nisha David, Muzliza Mustafa, dan Shailaja Neelakantan
2022.01.04
Jakarta, Kuala Lumpur dan Washington
Junta Myanmar: PM Kamboja Tidak Diizinkan Bertemu Pemimpin Demokrasi Pengunjuk rasa pro-demokrasi menginjak foto kepala junta Burma Min Aung Hlaing, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen dan logo ASEAN, di Yangon, 27 Desember 2021.
Komite Gerakan Revolusi Pemuda Dawei via Twitter @Khithitofficial

Juru bicara junta Myanmar mengindikasikan pada Selasa (4/1) bahwa pemimpin Kamboja Hun Sen tidak akan diizinkan untuk bertemu dengan para pemimpin pro-demokrasi yang dipenjara dalam kunjungan ke negara itu akhir pekan ini.

Namun para analis mengatakan Hun Sen pada akhirnya akan merusak upaya ASEAN untuk menekan junta Burma agar membawa negara itu kembali ke jalur demokrasi, jika ia gagal bertemu dengan para pemimpin pro-demokrasi dalam lawatannya 8-9 Januari ini, yang merupakan kunjungan pertama oleh seorang pemimpin asing sejak kudeta militer Februari lalu.

Itu mungkin terjadi seperti apa yang dikatakan juru bicara junta Burma Zaw Min Tun kepada Radio Free Asia (RFA) yang berafiliasi dengan BenarNews.

“Hanya mereka yang mewakili partai politik yang dapat bertemu dan berdiskusi, tetapi ada batasan bagi mereka yang masih menghadapi tuntutan hukum,” kata juru bicara junta Zaw Min Tun kepada RFA.

Dia merujuk pada tuduhan yang dilayangkan kepada penasihat negara dan pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint yang digulingkan junta. Tuduhan itu antara lain mengimpor walk-talkie, menghasut perbedaan pendapat dan melanggar aturan COVID-19.

Junta juga tidak mengizinkan mantan utusan khusus ASEAN untuk Myanmar bertemu dengan para pemimpin demokrasi tahun lalu.

Zaw Min Tun tidak merinci apakah Hun Sen telah meminta untuk bertemu dengan para pemimpin puncak NLD termasuk presiden terguling Win Myint dan Aung San Suu Kyi. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Kamboja Koy Koung ketika ditanya oleh RFA mengatakan dia tidak memiliki informasi apakah pemimpin Kamboja itu akan bertemu dengan Aung San Suu Kyi.

“Hun Sen tidak boleh mendukung apa yang terjadi di Myanmar”

Kunjungan Hun Sen ini dilakukan hanya dua bulan setelah blok regional itu melarang junta Burma hadir di pertemuan puncaknya pada tahun 2021 setelah militer Myanmar itu mengingkari janji untuk memberikan akses ke semua pihak dalam kebuntuan politik saat ini.

Banyak warga Burma pro-demokrasi yang marah karena Hun Sen mengunjungi junta dan, menurut mereka, memberikan legitimasi pada kepala militer Myanmar yang pasukannya diyakini melakukan kekejaman yang meluas sejak kudeta tahun lalu.

Khit Thit Media, salah satu dari lima media independen utama yang dilarang oleh junta Maret lalu, memasang foto-foto warga Burma yang menginjak-injak foto Hun Sen.

Outlet lain memposting foto pengunjuk rasa dengan pesan di plakat untuk Hun Sen: “Jangan Mendukung Ladang Pembunuhan di Myanmar.”

Mereka menyinggung genosida di Kamboja ketika sebanyak 1,7 juta orang tewas di bawah kekuasaan Khmer Merah pada 1970-an, menurut para peneliti di Universitas Yale.

Sementara itu, pernyataan bersama yang dikeluarkan pada hari Selasa oleh hampir 200 kelompok masyarakat sipil di Myanmar dan di luar negeri mengutuk Hun Sen atas rencana kunjungannya itu.

ASEAN dan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mendukung Konsensus Lima Poin, dan “harus memastikan bahwa Hun Sen tidak bertindak sendirian pada tahun 2022 – memberikan legitimasi kepada junta militer Myanmar dan selanjutnya mendorong mereka untuk menyebabkan lebih banyak kerugian bagi rakyat,” kata kelompok itu.

“Ini akan menjadi penghinaan bagi rakyat Myanmar dan Kamboja dan selanjutnya membahayakan kredibilitas ASEAN yang sudah menurun saat Kamboja mengetuai ASEAN pada 2022.”

Di Malaysia, seorang mantan menteri luar negeri mengatakan bahwa Hun Sen harus menjelaskan bahwa apa yang terjadi di Myanmar tidak dapat diterima oleh ASEAN. Dia mengacu pada kudeta militer 1 Februari 2021 dimana hampir 1.400 orang – sebagian besar pengunjuk rasa pro-demokrasi – dibunuh oleh pasukan keamanan Burma sejak itu.

“Dia tidak boleh mendukung apa yang terjadi di Myanmar sebagai urusan internal dan dalam negeri negara tersebut,” Syed Hamid Albar, yang juga mantan utusan Organisasi Kerjasama Islam untuk Myanmar, mengatakan kepada BenarNews.

“Penting bahwa Hun Sen dalam keterlibatannya dengan Myanmar mencerminkan sentimen ASEAN dan internasional tentang apa yang terjadi di Myanmar. Kunjungannya tidak boleh merusak posisi kolektif ASEAN atas kudeta itu,” katanya.

Hun Sen: Negosiasi di bawah meja adalah “terbaik”

Sejauh ini Hun Sen tidak mengatakan apa-apa tentang pembunuhan-pembunuhan terhadap masyarakat sipil pasca kudeta di Myanmar.

Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn mengatakan kepada Dr. Noeleen Heyzer, utusan khusus PBB yang baru untuk Myanmar, bahwa Phnom Penh berkomitmen untuk mengambil “pendekatan langkah-demi-langkah praktis untuk mencapai kemajuan dalam implementasi Konsensus Lima Poin ASEAN” terkait Myanmar.

April tahun lalu, kepala junta Burma Min Aung Hlaing dan para pemimpin negara-negara anggota ASEAN menyetujui apa yang disebut sebagai Konsensus Lima Poin yang bertujuan untuk mengembalikan Myanmar ke jalan menuju demokrasi. Konsensus tersebut menyerukan diakhirinya kekerasan, penunjukan utusan khusus ASEAN untuk Myanmar dan pemberian akses kepadanya ke semua pihak dalam konflik itu.

Myanmar telah mengingkari semua poin ini.

Pada akhir 2021, ASEAN yang terdiri dari 10 negara - termasuk Myanmar, melarang Min Aung Hlaing menghadiri pertemuan puncak tahunan perhimpunan itu pada Oktober lalu karena tidak memenuhi Konsensus Lima Poin. Sejak itu, Myanmar absen dari dua konfrensi tingkat tinggi lainnya.

Hun Sen, pada awalnya, mengatakan Myanmar-lah yang harus bertanggung jawab atas dikeluarkannya Myanmar dari KTT ASEAN. Tapi Hun Sen mengubah retorikanya segera setelah dia menerima tongkat estafet sebagai pemimpin ASEAN, dengan mengatakan Myanmar tidak boleh terputus dari ASEAN.

“Bukan urusan ASEAN untuk menyelesaikan masalah ini. ASEAN ada di sini untuk membantu, tetapi Myanmar perlu menyelesaikan masalahnya sendiri,” kata Perdana Menteri Kamboja itu pada 15 Desember lalu. “Penting bagi saya untuk bertemu dengan para pemimpin [militer] Myanmar, tetapi negosiasi di bawah meja adalah pendekatan terbaik dan paling bermanfaat untuk kami ambil. Jangan ganggu saya, beri saya waktu saja,” katanya.

Berita tentang dua bom meledak di dekat kedutaan besar Kamboja di Naypyidaw pada 31 Desember juga tidak menggoyahkan Hun Sen, di mana juru bicara kementerian luar negerinya mengatakan kunjungan itu akan berjalan sesuai rencana.

Beberapa kritikus mengatakan Hun Sen telah menggunakan ASEAN untuk melegitimasi pemerintahan otoriternya. Mereka mencatat bahwa pemimpin pro-China yang pernah menjadi ketua ASEAN pada 2012 itu, diduga berpihak pada Beijing dan mencegah perhimpunan negara Asia Tenggara tersebut mencapai kesepakatan di Laut China Selatan yang disengketakan.

Namun, menurut Arif dari Universitas Indonesia, melalui lawatannya ke Myanmar ini, Hun Sen mungkin mencoba untuk menghapus memori kepemimpinan Kamboja tahun 2012.

“Rupanya Hun Sen tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama dan ingin meninggalkan jejaknya. Keterlibatan Kamboja dengan Myanmar dapat dilihat dalam konteks ini. Tapi dia tidak boleh menyimpang terlalu jauh dari sikap kolektif ASEAN,” kata Arif.

Ahmad Rizky M. Umar, pengamat politik di University of Queensland, tidak seoptimis Arif. Dia tidak percaya Hun Sen “memiliki kepentingan untuk menjadi mediator antara junta dan NUG (pemerintahan sipil paralel yang dibentuk oleh para penentang Junta).”

“Implikasi jangka panjangnya adalah ASEAN akan menjadi lemah secara politik karena Konsensus Lima Poin tidak ditanggapi dengan serius,” kata Umar kepada BenarNews.

 

Perdana Menteri Kamboja Hun Sen memberi isyarat saat dia berbicara dalam sebuah acara di Stadion Nasional Morodok Techo, di Phnom Penh, 12 September 2021. [Reuters]
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen memberi isyarat saat dia berbicara dalam sebuah acara di Stadion Nasional Morodok Techo, di Phnom Penh, 12 September 2021. [Reuters]

Menurut seorang anggota parlemen ASEAN dari Malaysia, banyak negara anggota blok itu tidak senang dengan rencana Hun Sen untuk mengunjungi Myanmar.

“Jika [Hun Sen] pergi ke sana mewakili ASEAN, dia harus memberi tahu semua negara ASEAN dan mendapatkan dukungan [mereka] tetapi sampai sekarang semua negara belum diberitahu atau bahkan mendukung kunjungannya,” Charles Santiago, ketua Anggota Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (APHR), kepada BenarNews.

Sementara itu, pejabat pemerintah dari Indonesia, Filipina, Malaysia dan Thailand – semua anggota pendiri ASEAN – menolak berkomentar atas laporan ini.

Analis politik Dinna Prapto Raharja mengatakan Hun Sen memang akan ke Naypyidaw sebagai perwakilan ASEAN, karena Kamboja adalah pemegang baru kursi ASEAN yang bergilir dan Myanmar adalah anggota blok yang berusia 54 tahun itu.

“Kuncinya adalah siapa yang akan Hun Sen temui? Saya hampir yakin dia akan bertemu dengan junta militer,” kata Dinna, pendiri think-tank Synergy Policies Indonesia, kepada BenarNews.

“Jika Hun Sen bertemu dengan junta militer dan bukan dengan perwakilan NUG, dia akan mengirimkan pesan yang salah kepada junta Myanmar tentang maksud ASEAN dan Konsensus Lima Poin yang disepakati.”

Kelompok parlemen ASEAN tidak yakin bahwa Hun Sen akan mewakili sentimen ASEAN.

“PM Kamboja Hun Sen bersedia memecah ASEAN seperti yang dia lakukan pada tahun 2012. Kali ini untuk melegitimasi tersangka penjahat perang [junta] Myanmar,” kata APHR dalam sebuah tweet pada hari Selasa.

“Apakah ini awal dari akhir bagi ASEAN?”

Radio Free Asia Layanan Myanmar dan Layanan Khmer berkontribusi pada laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.