5 Polisi dan 1 Napi Tewas dalam Kerusuhan di Rutan Brimob

Seorang polisi yang menjadi sandera dibebaskan pada Kamis dini hari dalam insiden yang diklaim dilakukan oleh ISIS tersebut.
Arie Firdaus
2018.05.09
Jakarta
180509-ID-prison-620.jpg Juru bicara Mabes Polri Brigjen. Pol. Muhammad Iqbal memberikan keterangan kepada wartawan di depan Mako Brimob Kepala Dua, Depok, Jawa Barat, 9 Mei 2018.
Arie Firdaus/BeritaBenar

Diperbarui Kamis, 10 Mei 2018, 03:00 WIB.

Markas Besar Kepolisian Indonesia (Mabes Polri) memastikan lima polisi dan seorang tahanan tewas dalam kerusuhan dan penyanderaan di rumah tahanan Markas Komando (Rutan Mako) Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, pada Selasa malam hingga Rabu, dan seorang polisi yang sempat disandera baru dibebaskan pada Kamis dini hari, 10 Mei 2018.

Kelima anggota polisi yang meninggal dunia adalah Iptu Yudi Rospuji, Aipda Deni Setiadi, Brigadir Fandi Setyo Nugroho, Briptu Syukron Fadli, dan Briptu Wahyu Catur Pamungkas. Sedangkan narapidana (napi) teroris yang tewas bernama Benny Samsutrisno.

"Satu orang dari mereka terpaksa dilakukan upaya kepolisian (penembakan) karena melakukan perlawanan kepada petugas dan mengambil senjata petugas," kata juru bicara Mabes Polri, Brigjen. Muhammad Iqbal kepada wartawan di depan Mako Brimob, Rabu sore.

Gabungan tim sistem identifikasi Inafis Bareskrim Polri dan Inafis Polda Metro Jaya mengatakan bahwa otopsi memperlihatkan para korban tewas dengan luka-luka mengenaskan.

Selain korban meninggal, terdapat beberapa anggota polisi yang juga mengalami luka-luka akibat terkena pukulan saat kerusuhan.

Walaupun kerusuhan sudah dapat ditangani pada Rabu sore, seorang anggota brimob, Brigadir Kepala Iwan Sarjana, yang disandera para napi, baru bisa dibebaskan pada Kamis dini hari dalam keadaan luka-luka seperti dikutip di TribunNews.com.

Suasana di depan Mako Brimob Kelapa Dua Depok, Jawa Barat, saat terjadi kerusuhan antara polisi dan narapidana terorisme, 9 Mei 2018. (Arie Firdaus/BeritaBenar)
Suasana di depan Mako Brimob Kelapa Dua Depok, Jawa Barat, saat terjadi kerusuhan antara polisi dan narapidana terorisme, 9 Mei 2018. (Arie Firdaus/BeritaBenar)

ISIS terlibat?

Kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengklaim berada di balik aksi kerusuhan dan penyanderaan tersebut.

Klaim itu disampaikan lewat pernyataan Amaq News Agency yang dirilis situs kelompok intelijen SITE, yang berbasis di Amerika Serikat (AS).

"Baku tembak sengit berlangsung antara para pejuang Daulah Islam dan personil Brimob 88 di penjara Kota Depok, selatan Jakarta,” demikian pernyataan yang dilansir Amaq.

Kepala International Centre for Political Violence and Terrorism Research di Singapura, Rohan Gunaratna mengatakan pernyataan kantor berita Amaq itu dapat dipercaya.

“Pernyataan Amaq kredibel,” katanya kepada BeritaBenar melalui telepon, Rabu pagi.

Namun, klaim ISIS itu dibantah Iqbal dengan menyatakan bahwa dirinya ada di lokasi kejadian sejak Selasa malam.

“Saya lihat tahap demi tahap, proses demi proses, bahwa apa yang diklaim si A, si B, dari luar dan lain-lain, itu sama sekali tidak benar," ujarnya.

Ia mengatakan salah satu negosiasi yang diminta para napi adalah untuk dipertemukan kepada Aman Abdurrahman, propagandis dan tokoh ISIS Indonesia, yang juga mendekam di rutan tersebut.

Aman saat ini tengah menjalani persidangan atas dugaan keterlibatannya dalam sejumlah aksi teror di tanah air.

Iqbal mengatakan bahwa para napi tersebut telah dipertemukan pada Selasa malam.

"Tapi setelah itu ada lagi (tuntutan). Tapi tidak jelas karena memang masalahnya sepele," tukas Iqbal.

Secara total, Rutan Mako Brimob menampung 130 narapidana terorisme yang tersebar di tiga blok. Selain napi terorisme, atas alasan keamanan mantan Gubernur Jakarta, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama juga ditahan di Mako Brimob karena kasus penodaan agama.

Saudara perempuan Ahok mengkonfirmasi bahwa Ahok yang ditahan di blok yang berbeda, dalam keadaan aman, seperti dikutip di The Jakarta Post.

Ini adalah kali kedua kerusuhan terjadi di Mako Brimob, kerusuhan sebelumnya terjadi pada November 2017.

‘Masalah sepele’

Polisi mengatakan kerusuhan bermula Selasa malam saat seorang napi menanyakan makanan yang dikirim keluarganya kepada petugas jaga di rutan itu.

Namun petugas yang ditanya mengaku tidak mengetahui keberadaan makanan yang dimaksud sehingga memancing kemarahan sang napi dan memaki petugas bersangkutan.

"Tiba-tiba suara dari blok C mengeluarkan kata-kata kasar kepada petugas," kata Iqbal.

Kemarahan lantas merambat ke napi lain yang membobol ruangan dan menimbulkan kerusuhan sekira pukul 22.00 WIB.

Tanggapan

Menanggapi kerusuhan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, mengatakan insiden di rutan itu harus ditangani serius.

“Hasus hati-hati dan bersunguh-sungguh menyelesaikan karena menyangkut keamanan nasional. Ya, cara yang baik, benar, dan berdasarkan hukum,” terangnya kepada sejumlah jurnalis di Jakarta.

Sementara itu Wakil Presiden M. Jusuf Kalla menegaskan kasus itu tidak langsung berkaitan dengan aksi terorisme.

“Bukan soal kasus terorismenya, mungkin ada masalah-masalah. Sekarang masih dalam proses penyelesaian. Semoga bisa cepat selesai,” ujarnya di Jakarta, Rabu.

Berhasil direbutnya sejumlah senjata oleh para napi dan tewasnya lima korban polisi di penjara Mako Brimob, menjadi pertanyaan sejumlah pihak.

"Ini memang sangat berbahaya karena itu kan Mako. Bagaimana protokolnya di sana, bagaimana kita membina para napi teroris di situ kalau emang protokol itu bisa dipatahkan," kata Anggota DPR Komisi I dari partai Golkar Bobby Rizaldi.

Apalagi, lanjutnya, dalam sejumlah pemberitaan dan media sosial disebutkan beberapa para narapidana memegang HP dan merekam kejadian tersebut untuk disebarluaskan. "Ini akan sangat berbahaya. Berarti keamanan protokol internal bisa dijebol," ujarnya.

Neta S. Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) memiliki tanggapan serupa, dan mengimbau kepolisian menjelaskan peristiwa tersebut dengan transparan, “tentang apa yang terjadi, berapa korban tewas dan luka dalam kekacauan itu dan tentang senjata api polisi yang berhasil dirampas napi teroris.”

Sementara itu Hendardi, ketua organisasi advokasi hak asasi manusia, Setara Institute, menegaskan bahwa penyerangan oleh napi terorisme menunjukkan bahwa kelompok teror masih efektif berjejaring dan terus menjadi ancaman keamanan.

“Peristiwa ini mengingatkan semua pihak untuk tidak berkompromi dengan radikalisme dan terorisme yang mengancam keamanan dan ideologi bangsa,” demikian pernyataan Setara Institute.

Untuk itu, penyikapan atas terorisme harus terus dilakukan dan dimulai dari hulu terorisme, yakni intoleransi.

“Semua pihak harus menghentikan politisasi isu intoleransi dan radikalisme hanya untuk kepentingan politik elektoral 2018 dan 2019, yang justru memberikan ruang bagi kebangkitan kelompok ekstrimis.”

Tria Dianti dan Keisyah Aprilia di Jakarta turut berkontribusi dalam laporan ini.

Artikel ini diperbarui dengan informasi bahwa sandera, Brigadir Kepala Iwan Sarjana, telah dibebaskan pada Kamis dini hari.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.