Penghapusan ambang batas pemilu presiden disambut masyarakat, dipertanyakan partai politik

Setelah lebih dari 30 kali permohonan, MK akhirnya menyetujui apa yang dinilai sebagai "kemenangan rakyat".
Tria Dianti
2025.01.03
Jakarta
Penghapusan ambang batas pemilu presiden disambut masyarakat, dipertanyakan partai politik Warga menunjukkan tinta di jari mereka setelah mencoblos dalam pemilihan presiden dan legislatif di Jakarta, 14 Februari 2024.
Bay Ismoyo/AFP

Sejumlah pakar hukum dan koalisi masyarakat menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus syarat ambang batas 20 persen pencalonan presiden, memungkinkan setiap partai politik peserta pemilu mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

Sementara itu sejumlah partai politik masih belum mengambil sikap atas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.

Bivitri Susanti, ahli hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Jentera menyatakan keputusan ini merupakan hal yang ditunggu-tunggu setelah lebih dari 30 kali permohonan ke MK.

“Pegiat demokrasi sudah lama mempersoalkan ini. Memang seharusnya seperti ini, tidak ada syarat prosentase. Setelah gagal lebih dari 32 kali, sekarang berhasil ini sangat patut untuk diapresiasi,” kata Bivitri kepada BenarNews, di Jakarta, Kamis (2/1).

Setelah berkali-kali penolakan oleh MK, gugatan yang kembali diajukan - kali ini secara terpisah oleh empat mahasiswa, akhirnya dikabulkan.

gugum.png

Salah satu dari empat pemohon, Gugum Ridho Putra (kanan), dan penasihat hukumnya membacakan dokumen pada sidang pendahuluan di mana Gugum menantang legalitas persyaratan bahwa partai atau koalisi harus memiliki jumlah minimum kursi legislatif untuk mencalonkan seorang kandidat untuk pemilihan presiden di Mahkamah Konstitusi di Jakarta, 10 November 2023. [Ifa/Mahkamah Konstitusi]

Pada Kamis, Ketua MK, Suhartoyo, menyatakan bahwa pasal sebelumnya No.222 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu bertentangan dengan konstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.  

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Kamis.

Pasal 222 UU pemilu no. 7 tahun 2017 mengharuskan pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya.

Hal tersebut membuat partai-partai politik harus membentuk koalisi besar untuk mencalonkan satu nama kandidat.

“Jadi kita nggak punya pilihannya dia lagi, dia lagi, dia lagi gitu. Karena dengan model presidential threshold seperti yang kemarin itu, kan jadinya partai-partai politik itu jadi bisa merekayasa diantara mereka sendiri karena mereka bikin kapal politik,” kata Bivitri.

Pendapat sama dinyatakan peneliti Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Iqbal Kholidin, yang menyambut baik keputusan tersebut karena membuka kontestasi yang lebih luas dan lebih inklusif dalam perhelatan pemilu.

Meskipun dampak keputusan ini baru akan dirasakan di Pemilu tahun 2029 mendatang, namun setidaknya menutup peluang terjadinya banyak calon tunggal yang menjabat.

“Kami berharap menindaklanjuti hasil keputusan MK ini untuk kemudian dijadikan produk perundang-undangan,” kata dia.

Agustus lalu, ketika MK yang sama mengeluarkan putusan serupa untuk pemilihan kepala daerah, DPR saat itu langsung menyusun RUU yang akan membatalkan putusan tersebut.

Tindakan tersebut menyulut protes masyarakat di sejumlah kota karena khawatir akan terancamnya demokrasi. Protes tersebut berhasil membuat DPR saat itu mencabut RUU tersebut.

papua-pilpres.jpeg

Petugas pemilihan memegang surat suara yang menunjukkan foto dan nama tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden, saat penghitungan suara di tempat pemungutan suara dalam pemilihan presiden di distrik Kwamki Narama, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, 14 Februari 2024. [Adek Berry/AFP]

Partai belum menentukan sikap

Menanggapi hal tersebut, juru bicara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Chico Hakim mengatakan meskipun pihaknya menghormati keputusan MK yang bersifat final, namun keputusan ambang batas 20 persen dalam pemilihan presiden telah melalui kesepakatan dari fraksi dan partai politik yang ada di parlemen.

“Banyak pertimbangan untuk mengapa sehingga mencapai threshold 20% karena tentu walaupun alternatif pilihan dan ketersediaan pilihan yang banyak itu juga baik untuk demokrasi, namun tentu penjaringannya juga penting dalam artian supaya tidak terlalu bebas, karena dikhawatirkan tidak ada penjaringan ideologi misalnya,” ujar Chico kepada BenarNews.

Meski demikian, Chico menjelaskan sikap resmi dari PDIP terkait ini akan ditentukan setelah kongres bulan depan. “Tawaran alternatif-alternatif selain parliamentary threshold agar demokrasi kita tetap terjaga sehat dan tidak terjerumus ke liberalisasi demokrasi akan ditentukan nanti setelah kongres di bulan depan,” ujar dia.

Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pihaknya sedang mempelajari putusan itu.

“Gerindra menghormati putusan MK dan akan mengkaji lebih dalam atas putusan yang baru dikeluarkan kemarin,” ujar Dasco kepada BenarNews.

Sementara itu, Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pemerintah menghormati Putusan MK itu. Ia juga menegaskan semua pihak, termasuk pemerintah, terikat dengan Putusan MK tersebut tanpa dapat melakukan upaya hukum apapun.

"Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat," kata Yusril melalui keterangan tertulis seperti diterima BenarNews, Jumat (3/1).

“Harus dirayakan semua pihak”

Pengajar Ilmu Hukum dalam Pemilu di Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, mengatakan sejatinya tidak ada argumentasi hukum yang baru dalam Putusan MK ini. Menurutnya, putusan ini merupakan kemenangan bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Ini putusan yang harus disyukuri dan dirayakan semua pihak. Kita harus mengapresiasi MK atas putusan ini,” kata dia kepada BenarNews.

“Ketika MK mencermati secara saksama dinamika dan kebutuhan penyelenggaraan negara, saat ini MK menyatakan bahwa saat ini merupakan waktu yang tepat bagi Mahkamah untuk bergeser dari pendirian sebelumnya,” tambahnya.

Ia menilai tidak ada yang dirugikan karena semua partai politik peserta pemilu mendapat manfaat akses pada pencalonan presiden yang setara.

“Pemilih mendapatkan keragaman pilihan politik melalui pemilu yang lebih inklusif. Anak-anak Indonesia jadi lebih berani bermimpi menjadi Presiden/Wakil Presiden karena akses itu lebih terbuka untuk direalisasikan saat ini,” kata dia.

Partai politik, kata dia, diharap mulai menyiapkan kader-kader terbaiknya sebagai calon-calon potensial untuk Pilpres 2029. Namun, terlebih dahulu partai harus memastikan partai politik mereka bisa lolos menjadi peserta pemilu pada Pemilu 2029 mendatang.

4(1).jpeg

Polisi menembakkan gas air mata untuk meredakan demonstran di Jakarta memprotes Rancangan Undang-Undang yang ditetapkan untuk membatalkan putusan pengadilan yang menghapus persyaratan bahwa partai harus memiliki jumlah minimum kursi legislatif daerah untuk mencalonkan seorang kandidat untuk mengikuti pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Jakarta, 22 Agustus 2024. [Eko Siswano Toyudho/BenarNews]

Direktur Eksekutif Yayasan Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (NETGRIT), Hadar Nafis Gumay, mengatakan keputusan ini merupakan harapan nyata untuk perbaikan demokrasi di Indonesia di pemilu berikutnya.

"Memang MK ini tidak bisa lepas sepenuhnya dari cengkraman rezim penguasa. Mereka juga belajar dan melalui proses panjang. MK perlu waktu dan pengalaman untuk melihat perkembangan nyata dari pemilu, yang akhirnya sampai pada kesimpulan ini," kata Hadar.

Selain itu, ujar dia, komposisi hakim juga selalu berubah dan tidak selalu sama. Sidang putusan kali ini, tanpa keikutsertaan hakim kontroversial, Anwar Usman, yang juga saudara ipar Presiden Joko “Jokowi” Widodo.

Anwar dicopot dari jabatannya sebagai ketua MK oleh Majelis Kehormatan MK pada November 2023 karena dinilai terbukti melanggar etik berat dalam memutus perkara gugatan batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden sebulan sebelumnya.

Majelis Kehormatan juga melarang Anwar terlibat dalam penanganan kasus sengketa hasil Pemilu.

Putusan MK, yang ditengarai sangat dipengaruhi Anwar Usman, saat itu melapangkan jalan Gibran Rakabuming Raka yang notabene keponakannya sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto.

“Saat ini hakimnya betul2 jernih, lesson learnt tapi mereka juga bebas ambil keputusan. Sebelumnya, ada pengaruh politik yang cukup kuat sehingga mempengaruhi konstitusi,” kata dia.

Ia menyoroti bahwa keputusan MK ini membawa dampak positif bagi dinamika politik, yang akhirnya akan memperkaya pilihan bagi masyarakat.

“Keputusan ini sangat monumental, dan membawa dampak positif untuk demokrasi kita. Koalisi akan lebih terbuka dan fleksibel, tanpa dibatasi oleh jumlah kursi atau suara, yang akhirnya akan menguntungkan seluruh partai politik,” ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.