Polri Tangkap 7 Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang

Para korban, termasuk dua di antaranya telah meninggal, dijual sebagai pekerja ke Arab Saudi, Mesir, Turki, dan Singapura.
Rina Chadijah
2019.07.16
Jakarta
190716_ID_tppo_1000.jpg Suasana jumpa pers pengungkapan kasus tindak pidana perdagangan manusia dengan para tersangka berdiri di belakang, di Mabes Polri, Jakarta, 16 Juli 2019.
Rina Chadijah/BeritaBenar

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menangkap tujuh orang yang diduga terlibat dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO), dengan modus agen penyalur tenaga kerja ke sejumlah negara Timur Tengah.

Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse dan Kriminal (Dirtipidum Bareskrim) Polri Brigjen Nico Afinta mengatakan, tujuh orang yang ditangkap dalam sebulan terakhir ini di beberapa lokasi, berperan sebagai sponsor, agen dan perekrut para tenaga kerja wanita (TKW) ilegal.

Sementara para korban, termasuk dua di antaranya telah meninggal dunia, dijual sebagai pekerja ke Arab Saudi, Mesir, Turki dan Singapura.

“Empat orang tersangka adalah laki-laki dan tiga lainnya adalah perempuan,” kata Nico Afinta dalam keterangan pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 16 Juli 2019.

Polisi mengkategorikan perbuatan ketujuh tersangka dalam empat kasus.

Kasus pertama yakni penjualan korban bernama Tasini yang bekerja di Arab Saudi. Dia mendapatkan perlakuan kasar majikannya, sehingga kini terancam lumpuh.

Tersangka dalam kasus ini adalah Mamun dan Faisal Fahruroji. Mamun yang disebut sebagai sponsor, telah merekrut 500 pekerja migran sejak tahun 2008 dan meraup keuntungan Rp40 juta perbulan.

Sementara Faisal berperan sebagai agen. Sejak 2016, Faisal telah memberangkatkan sekitar 100 orang ke wilayah Timur Tengah.

"Keuntungannya Rp 60 juta perbulan," kata Nico.

Kasus kedua yang diungkap polisi adalah perdagangan Nadya Pratiwi yang dikirim oleh Een Maemunah sebagai sponsor dan Ahmad Syaifudin sebagai agen ke Kairo, Mesir.

Korban meninggal dunia saat berupaya kabur dengan cara melompat dari jendela rumah majikannya.

"Selama bekerja, almarhum sering mendapatkan penyiksaan dari majikannya,” jelas Nico.

Dia menambahkan Een menggeluti bisnis perdagangan orang sejak 2016. Ia telah memberangkatkan sekitar 200 TKW dan meraup keuntungan sekitar Rp 5 juta perorang.

Sementara Ahmad Syaifudin telah merekrut sekitar 500 orang dengan keuntungan Rp 12 juta perorang.

Korban perdagangan orang bernasib naas lain adalah Reycal Alya Farnet, yang disebut masih berumur 15 tahun.

Ia juga meninggal dunia akibat disiksa majikannya selama bekerja di Turki.

Reycal direkrut Aan Nurhayati, agen TKW yang sebelumnya juga pernah terjerat kasus TPPO pada 2014 silam.

Menurut Nico, korban Reycal dijanjikan untuk bekerja di Dubai dengan gaji Rp 7,5 juta perbulan.

Namun ternyata dia diperkerjakan dengan seorang majikan di Turki yang memaksanya bekerja tanpa istirahat.

“Pengakuan rekannya korban hanya diberi makan sehari sekali, terkadang tidak digaji," ujar Nico.

Menurut Nico, Aan telah merekrut sekitar 100 orang setelah bebas dari penjara dalam kasus yang sama.

Dari bisnis TPPO ini, tambah Nico, Aan mendapat keuntungan Rp 8 juta perbulan.

Sedangkan kasus terakhir yang berhasil diungkap polisi adalah perdagangan seorang perempuan berinsial WW yang dijual untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial di sebuah spa di Singapura.

Pelakunya adalah Wayan Susanto alias Ega dan Siti Sholikatun.

"Korban dijanjikan pekerjaan sebagai baby sitter dengan gaji Rp 8 juta di Singapura. Tapi kenyataannya korban menjadi pekerja untuk 'melayani' tamu di salah satu tempat Spa. Korban dicabuli sebanyak dua kali oleh tersangka Ega dengan alasan latihan melayani tamu," papar Nico.

Terancam 15 Tahun

Polisi menjerat para tersangka dengan pasal 81 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Apabila terbukti di pengadilan, mereka terancam hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar.

Nico mengatakan, para tersangka yang mengirim tenaga kerja ke kawasan Timur Tengah juga melanggar peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 260 tahun 2015 yang berisikan pemerintah melarang pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Timur Tengah.

“Apa yang dilakukan oleh sponsor dengan mengirimkan tenaga kerja di Timur Tengah itu salah,” ujarnya.

Nico berjanji pihaknya akan terus memperkuat kerja sama dengan sejumlah pihak untuk membendung terjadinya tindak pidana perdagangan orang.

“Ke depan pengaturan yang baik, kordinasi yang baik akan juga menghasilkan pekerjaan yang baik bagi tenaga kerja kita,” ujarnya.

Jadi pembelajaran

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen. Pol. Dedi Prasetyo menyatakan kasus tindak pidana perdagangan manusia menjadi perhatian khusus polisi karena setiap tahun kasusnya meningkat.

Ia mengatakan, dalam tahun ini Bareskrim Polri telah mengungkap dua kasus besar yang melibatkan puluhan orang.

“Kasus  perdagangan orang ini menjadi atensi pemerintah. Kasus ini merupakan catatan prestasi yang sudah diungkap jajaran Tindak Pidana Umum yang kedua di tahun 2019,” ujarnya.

Ia berharap dengan ditangkapnya para pelaku, dan semakin maraknya pemberitaan kasus-kasus perdagangan orang, terutama perempuan, masyarakat dapat teredukasi untuk tidak mudah terperdaya bekerja di luar negeri dengan iming-iming pendapatan besar.

Ia menambahkan, kementerian terkait juga perlu melakukan sosialisasi pada masyarakat mengenai larangan pengiriman tenaga kerja ke beberapa negara, terutama Timur Tengah, karena masih banyak publik belum tahu.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.