Jemaah Islamiyah resmi telah bubar, tetapi masih tancapkan pengaruh melalui pesantren

Menurut analis bisa jadi alasan di balik keputusan kelompok ekstremis itu membubarkan diri adalah untuk melindungi pesantren-pesantrennya.
Aisyah Llewellyn
2024.07.24
Medan
Jemaah Islamiyah resmi telah bubar, tetapi masih tancapkan pengaruh melalui pesantren Santri di pesantren tempat anggota Jemaah Islamiyah dan pelaku bom Bali Amrozi Nurhasyim biasa mengajar, berada di luar kelas mereka di desa Tenggulun dekat Lamongan, di Jawa Timur, 8 November 2008.
Reuters

Pengumuman bahwa Jemaah Islamiyah (JI) resmi membubarkan diri bulan lalu memunculkan pertanyaan soal bagaimana nasib jaringan pesantrennya, yang berjumlah sekitar 100-an di seluruh Indonesia, dan apakah organisasi militan ini benar-benar bubar.

JI, yang melakukan serangkaian pengeboman mematikan di Indonesia sejak awal 2000-an, telah membangun sistem pendidikan berbasis agama yang luas melalui pesantren-pesantrennya selama bertahun-tahun.

Para analis mengatakan pesantren-pesantren tersebut adalah fondasi JI dalam menancapkan pengaruhnya di masyarakat dan bisa jadi merupakan salah satu alasan di balik pengumuman mengejutkan terkait pembubaran kelompok itu pada 30 Juni.

“Dengan membubarkan struktur mereka sekarang ini dan berkomitmen merevisi kurikulumnya agar sesuai dengan Islam Sunni, mereka mempertahankan kendali atas sekolah-sekolah mereka,” kata Julie Chernov Hwang, pakar politik di Goucher College.

“Komunitas ini tetap bertahan, meski organisasi Jemaah Islamiyah tidak,” kata dia kepada BenarNews.

Sekolah-sekolah JI telah lama menjadi perhatian pihak berwenang Indonesia, yang khawatir lembaga pendidikan tersebut dapat digunakan untuk meradikalisasi siswanya.

Pemerintah telah berupaya memantau dan mengatur sekolah-sekolah tersebut, tetapi jumlahnya yang sangat banyak dan sifat jaringan yang terdesentralisasi telah menghalangi upaya tersebut, kata para analis.

Ketika para pemimpin senior mengumumkan pembubaran kelompok tersebut di Bogor, mereka berjanji merevisi silabus yang diajarkan di pesantren-pesantren untuk memastikan bahwa silabus tersebut sejalan dengan Islam murni.

Para pemimpin JI percaya bahwa beroperasi secara terbuka dan legal adalah satu-satunya cara melindungi lembaga pendidikan organisasi tersebut, karena pesantren merupakan aset terbesar JI, menurut laporan Institut Analisis Kebijakan Konflik (IPAC) di Jakarta.

“Jika mereka terus (beroperasi) seperti sebelumnya, bukan hanya akan semakin banyak anggota yang ditangkap, tetapi kemungkinan besar sekolah dan aset lainnya akan disita,” kata laporan yang dirilis pada 4 Juli itu. 

"Untuk saat ini, kemungkinan besar hasilnya adalah berkembangnya sekolah-sekolah yang berafiliasi dengan JI dan meningkatnya keterlibatan para tokoh yang menandatangani pernyataan 30 Juni dalam kehidupan publik. Apa yang terjadi dengan anggota lainnya masih harus dilihat."

Polisi mengawal Zulkarnaen, 57 tahun, seorang pemimpin senior Jemaah Islamiyah - jaringan Al-Qaeda di Asia Tenggara yang telah lama menjadi buronan karena dugaan perannya dalam bom Bali tahun 2002, setibanya di Bandara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta di Tangerang pada 16 Desember 2020. [AFP]
Polisi mengawal Zulkarnaen, 57 tahun, seorang pemimpin senior Jemaah Islamiyah - jaringan Al-Qaeda di Asia Tenggara yang telah lama menjadi buronan karena dugaan perannya dalam bom Bali tahun 2002, setibanya di Bandara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta di Tangerang pada 16 Desember 2020. [AFP]

Studi IPAC pada 2021 mengatakan bahwa JI secara strategis menggunakan lembaga pendidikan yang terafiliasi kelompoknya untuk merekrut dan mengindoktrinasi calon anggotanya.

Laporan itu mengatakan bahwa JI menyasar para pelajar di sekolah-sekolah tersebut, menawarkan pendidikan Islam yang komprehensif sembari mengidentifikasi calon-calon potensial untuk peran militer atau keagamaan di masa yang akan datang.

Siswa yang memiliki potensi menjanjikan diundang bergabung dengan JI tanpa melalui proses rekrutmen bertingkat seperti biasanya, yang menunjukkan pentingnya lembaga pendidikan ini dalam strategi JI, kata IPAC.

Reorganisasi strategis?

Pemerintah Indonesia melarang JI yang terafiliasi al-Qaeda pada 2008 setelah serangkaian serangan teror destruktif termasuk peristiwa bom Bali pada 2002 yang menewaskan 202 orang.

Kelompok ini tidak lagi melakukan serangan besar di Indonesia sejak pengeboman Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz-Carlton di Jakarta pada tahun 2009.

Baru-baru ini, Indonesia menghadapi ancaman dari kelompok ekstremis lain, termasuk yang berafiliasi dengan kelompok ISIS. Ada juga tren serangan berskala kecil, yang sering kali menargetkan personel keamanan.

Beberapa ahli mengatakan JI selalu memiliki pengaruh lebih besar, secara politik dan kelembagaan, daripada sekadar sejarah kekerasannya.

“Kelompok lain termasuk Hamas adalah contoh bagus dari hal ini,” kata Ian Wilson, dosen politik dan studi keamanan di Universitas Murdoch di Australia, mengacu pada kelompok militan Palestina yang menguasai Gaza.

“Mereka memiliki struktur pemerintahan, dan Anda tidak bisa begitu saja membubarkan mereka tanpa menimbulkan kekacauan. Tidak seperti itu cara kerjanya.”

Dia menambahkan bahwa ada kesamaan dengan kelompok lain seperti Tentara Republik Irlandia (IRA), yang berjuang untuk penyatuan kembali Irlandia dan ditetapkan sebagai organisasi teroris di Inggris Raya.

Pada 2005, ketika IRA mengumumkan berakhirnya aktivitas paramiliternya, beberapa anggotanya berafiliasi dengan partai politik Sinn Fein, sementara anggota lain menolak untuk menyangkal masa lalu mereka yang penuh kekerasan, kata Wilson.

“Dalam proses penyangkalan, seperti yang kita lihat di Bogor, akan ada sentimen dari anggota lain bahwa ini berasal dari orang lain yang tidak mewakili semua anggota,” kata Wilson.

"Mungkin mereka mencoba untuk mencegah potensi tindakan keras terhadap sekolah dan anggota mereka, jadi mereka pikir mereka akan menghentikannya sejak awal dengan pernyataan mereka. JI adalah organisasi strategis yang sedang mengkalibrasi ulang jalannya ke depan."

Pendukung pelaku bom Bali Imam Samudra meneriakkan “Allahu Akbar” sambil membawa foto Iman Samudra dan putrinya saat salat di Serang, provinsi Banten, 9 November 2008. [Reuters]
Pendukung pelaku bom Bali Imam Samudra meneriakkan “Allahu Akbar” sambil membawa foto Iman Samudra dan putrinya saat salat di Serang, provinsi Banten, 9 November 2008. [Reuters]

“Tidak sesederhana itu”

Judith Jacob, kepala perusahaan analisis risiko Forward Global untuk lingkup Asia, memperingatkan bahwa pembubaran tersebut dapat menjadi taktik untuk menghindari pengawasan dan mempertahankan jaringan yang lebih luas, termasuk yang ada di luar negeri.

Dia menyamakan strategi ini dengan strategi Darul Islam, kelompok yang berupaya mendirikan Negara Islam pada akhir 1940-an.

"Hanya saja waktunya tidak tepat untuk menggunakan kekerasan itu sendiri. Itulah yang dilakukan Darul Islam pada tahun 1960-an dan 1970-an, dan menjauh dari kekerasan karena mereka tidak memiliki keterampilan dan ruang untuk itu," katanya.

Kelompok yang dikenal sebagai Darul Islam, yang awalnya merupakan gerakan Islam yang memperjuangkan berdirinya negara Islam di Indonesia, telah berkembang menjadi organisasi rahasia.

Beroperasi dengan nama Negara Islam Indonesia, kelompok ini terus terlibat dalam kegiatan bawah tanah.

Farihin Ahmad, seorang anggota JI, juga skeptis terhadap pembubaran kelompok tersebut, dan mengatakan bahwa pengumuman tersebut merupakan reaksi terhadap tekanan dari pihak berwenang Indonesia.

“Kedengarannya mudah untuk mengatakan JI telah bubar sekarang, tetapi tidak sesederhana itu. Mereka (anggota senior) seharusnya mengatakan bahwa JI tidak akan mengambil bagian dalam tindakan kekerasan apa pun," katanya kepada BenarNews.

Dia menambahkan bahwa para pemimpin JI sebelumnya pernah mengklaim telah bubar, khususnya setelah adanya larangan pemerintah pada 2008.

“Kalau mereka bilang JI sudah bubar, seharusnya mereka juga bilang sekolah mereka bukan sekolah JI. Kalau tidak, itu tidak masuk akal,” katanya.

“JI bukan organisasi teroris, tetapi organisasi keagamaan yang anggotanya beragama Islam dan shalat lima waktu, berpuasa, dan beramal.”

Farihin mengatakan dia “kecewa” dengan pengumuman bulan lalu dan masih menganggap dirinya sebagai anggota JI.

"Mereka bilang mereka sudah bubar," katanya. "Kita harus bertanya berapa lama ini akan berlangsung?"

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.